26 November 2025

Get In Touch

Komisi E DPRD Jatim Perjuangkan Visum Gratis dan Layanan Pemulihan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak

Ketua Komisi E, Dr. Sri Untari Bisowarno, M.AP
Ketua Komisi E, Dr. Sri Untari Bisowarno, M.AP

SURABAYA (Lentera) — Komisi E DPRD Jawa Timur menegaskan komitmennya memperkuat penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak, melalui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak.

Salah satu langkah strategis yang diperjuangkan, adalah penggratisan layanan visum medis serta penanganan korban hingga tahap terminasi atau pemulihan menyeluruh.

Ketua Komisi E, Dr. Sri Untari Bisowarno, M.AP menyampaikan layanan bahwa visum merupakan kebutuhan mendasar bagi korban kekerasan seksual, namun kerap tidak terjangkau karena alasan biaya. Karena itu, Komisi E mendorong agar Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan 14 rumah sakit yang wajib memberikan layanan visum secara gratis dan dibiayai penuh oleh APBD.

“Kalau ada kejadian seperti visum, DNA, itu harus gratis dan dibiayai APBD. Utamanya bagi warga miskin dan pra-sejahtera, tidak boleh ditarik biaya apa pun,” tegas Sri Untari, Selasa (25/11/2025).

Sri Untari menekankan, penanganan korban kekerasan tidak boleh berhenti pada tahap pelaporan dan pemeriksaan medis. Pemulihan harus mencakup rehabilitasi sosial, pendampingan psikologis, hingga pemulihan ekonomi.

“Dalam Raperda ini kami berusaha memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak hingga pasca-kejadian, baik rehabilitasi sosial hingga ekonomi,” ujarnya.

Menurut Penasihat Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim itu, banyak korban yang kehilangan rasa aman, kepercayaan diri, bahkan mata pencaharian akibat dampak kekerasan. Karena itu, Raperda ini diarahkan untuk memastikan korban benar-benar pulih secara menyeluruh.

Lebih lanjut, Sri Untari mengungkapkan, keprihatinannya terhadap meningkatnya kasus kekerasan pada pelajar SD, SMP, dan SMA. Fakta yang paling memukul adalah bahwa sebanyak kasus terbanyak terjadi di lingkungan keluarga.

“Kasus yang menimpa pelajar SMA, SMP, dan SD paling banyak justru dari lingkungan keluarga sendiri. Ini yang menurut saya perlu kewaspadaan. Keluarga harusnya tempat paling aman, tetapi perempuan dan anak kita banyak disakiti di situ,” paparnya.

Selain keluarga, sekolah juga disebut memiliki peran penting dalam mendeteksi dan menangani dini kasus kekerasan. Sri Untari menyebut, Tim Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Sekolah (TPPKAS) harus dioptimalkan.

“Sekolah juga memiliki peran penting melalui tim TPPKAS. Di lapangan, sekolah pun cukup serius, hanya saja karena ini masih baru sehingga masih mencari pola,” pungkasnya.

 

Reporter: Pradhita/Editor: Ais

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.