Komisi I DPRD Trenggalek Soroti Tingginya Belanja Pegawai, APBD Tersedot untuk Gaji ASN dan PPPK
TRENGGALEK (Lentera) – Ketua Komisi I DPRD Trenggalek, Husni Tahir Hamid menyoroti tingginya beban belanja pegawai di Kabupaten Trenggalek, berdasarkan data terbaru per September 2025 jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Trenggalek mencapai 10.379 orang terdiri dari 5.265 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 5.114 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Data tersebut terungkap dalam rapat tertutup antara Komisi I DPRD dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Trenggalek, Senin (27/10/2025). Dalam rapat itu, Husni mengungkapkan kekhawatiran bahwa porsi besar APBD kini terserap untuk membayar gaji ASN dan PPPK.
"Sekarang ASN dan PPPK kita jumlahnya mencapai 10.379 orang. Dari jumlah itu, sekitar 5 ribuan adalah PPPK. Gajinya dibebankan ke APBD. Pertanyaannya, cukup tidak APBD kita? Jelas tidak cukup,” ujar Husni.
Politisi Hanura itu menilai kondisi tersebut membuat ruang fiskal daerah semakin sempit, sehingga berdampak pada terbatasnya anggaran pembangunan fisik di berbagai sektor.
“Dengan kondisi seperti ini, jangan heran kalau masyarakat mengeluh jalan berlubang. Karena sebagian besar uang daerah tersedot untuk membayar PPPK dan ASN lainnya,” katanya.
Husni menyebut, dari total belanja pegawai, pembiayaan ASN hampir menyentuh Rp1 triliun, sementara gaji untuk PPPK diperkirakan mencapai Rp150 miliar per tahun.
“Kalau data pastinya saya belum tahu, tapi dari sekitar tiga ribuan P3K yang baru diangkat, bisa dikatakan anggaran yang terserap mencapai sekitar Rp150 miliar. Sementara untuk ASN secara keseluruhan, pembiayaannya hampir menembus Rp1 triliun. Ini angka yang cukup besar bagi APBD Trenggalek,” terangnya.
Untuk mengatasi tekanan anggaran tersebut, Komisi I meminta pemerintah daerah melakukan rasionalisasi kebutuhan pegawai sesuai dengan struktur organisasi dan kemampuan keuangan daerah.
“Pemerintah harus merasionalisasi kembali berapa sebenarnya kebutuhan ASN dan PPPK berdasarkan SOTK. Jangan sampai kebijakan pengangkatan pegawai justru membebani keuangan daerah,” tegas Husni.
Saat disinggung kemungkinan adanya pemutusan kontrak bagi PPPK sebagai bentuk efisiensi, Husni tak menutup kemungkinan hal itu dilakukan, namun harus melalui kajian matang.
“Bisa saja, karena PPPK itu sifatnya perjanjian kerja. Tapi saya tidak bilang harus diputus. Kalau memang APBD tidak mampu menanggung, ya harus dicari solusi terbaik,” tutupnya.(Adv)
Reporter: Herlambang




.jpg)
