11 July 2025

Get In Touch

Semester I 2025, Dinkes Yogyakarta Ungkap 6 Kematian dari 19 Kasus Leptospirosis

Konferensi pers terkait lonjakan kasus leptospirosis di Kota Yogyakarta di Balai Kota Yogyakarta, Kamis (10/7/2025). (foto:ist/Ant)
Konferensi pers terkait lonjakan kasus leptospirosis di Kota Yogyakarta di Balai Kota Yogyakarta, Kamis (10/7/2025). (foto:ist/Ant)

YOGYAKARTA (Lentera) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta mencatat jumlah kasus leptospirosis di wilayahnya bertambah menjadi 19 kasus per 8 Juli 2025, dengan enam pasien di antaranya meninggal dunia.

"Sampai dengan semester I (2025) saat ini sudah menyentuh di angka 19 kasus, yang cukup memprihatinkan kematiannya cukup tinggi 6 kasus," kata Kabid Pencegahan, Pengendalian Penyakit, Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Dinkes Kota Yogyakarta, Lana Unwanah, saat konferensi pers di Balai Kota Yogyakarta mengutip Antara, Kamis (10/7/2025).

Leptospirosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Leptospira dan ditularkan melalui air atau tanah, yang tercemar air kencing tikus yang terinfeksi.

Lana menjelaskan jumlah kasus tersebut meningkat dibanding periode yang sama pada 2024 yang mencatat 10 kasus dengan dua kematian. Menurutnya, tingkat kematian atau fatalitas kasus tahun ini tergolong tinggi mencapai 31 persen, dari total kasus yang terdata.

Dinkes Kota Yogyakarta mencatat temuan kasus leptospirosis tahun ini, tersebar di 11 kemantren (kecamatan). Kasus terbanyak ditemukan di Jetis dan Tegalrejo, masing-masing tiga kasus. Adapun kasus kematian masing-masing tercatat di Pakualaman, Gedongtengen, Wirobrajan, Jetis, serta dua kasus di Ngampilan.

"Tiga kemantren yang masih bebas kasus, yakni Kraton, Danurejan, dan Gondomanan," ujarnya.

Lana menyebut tingginya angka kematian tersebut tidak lepas dari keterlambatan pemeriksaan yang sebagian besar disebabkan oleh gejala leptospirosis yang tidak khas.

Gejala awal seperti demam, nyeri kepala, dan pegal-pegal kerap disangka sebagai penyakit biasa seperti masuk angin atau kelelahan.

"Gejala klinisnya tidak spesifik, sehingga sering kali pasien tidak menyangka terinfeksi leptospirosis. Banyak yang merasa hanya sakit biasa karena kelelahan atau kehujanan, jadi tidak segera mencari pertolongan medis," ujar Lana.

Berdasarkan pengamatan Dinkes, sebagian besar pasien baru mengakses layanan kesehatan setelah kondisi memburuk. Salah satu kasus meninggal terbaru, yakni pasien ke-19, diketahui mulai sakit sejak 30 Juni 2025, namun baru mendatangi rumah sakit pada 7 Juli dan meninggal pada 8 Juli. Pasien tersebut awalnya diperiksa di rumah sakit tipe D yang tidak memiliki fasilitas cuci darah, kemudian dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar.

"Namun, belum sempat cuci darah, pasiennya sudah meninggal," ujarnya.

Dari enam pasien yang meninggal, Lana menyebut korban termuda berusia 17 tahun dan masih berstatus pelajar, sedangkan yang terakhir meninggal berusia sekitar 50 tahun.

Lana menuturkan gangguan ginjal akibat leptospirosis, berbeda dengan gagal ginjal kronis. Gangguan ini bersifat akut, dan bisa sembuh apabila infeksi segera diatasi.

"Kalau ditangani sejak awal, termasuk bila perlu cuci darah, pasien bisa sembuh dan tidak perlu lagi menjalani cuci darah rutin," kata dia.

Faktor risiko penularan leptospirosis, kata dia, tidak selalu berkaitan langsung dengan pekerjaan. Dari 19 kasus yang tercatat, beberapa di antaranya berasal dari pasien yang tidak bekerja di lingkungan kotor atau basah.

"Dari 19 kasus itu juga sebenarnya pekerjaannya tidak berhubungan, ada yang pekerjaannya di swalayan, tapi kemudian punya hobi mancing. Ada yang pelajar, tapi bisa jadi mungkin ya ini habis camping," kata dia.

Untuk mencegah kasus meluas, Lana mengimbau masyarakat mewaspadai kemungkinan penularan terutama setelah beraktivitas di lingkungan basah, becek, atau dekat aliran air. Ia juga mengingatkan warga yang mengalami gejala demam disertai pegal dan lemas agar tidak menunda memeriksakan diri.

"Jangan anggap remeh. Kalau muncul gejala seperti itu, apalagi habis kontak dengan air atau tanah, segera periksa ke fasilitas kesehatan," imbuhnya.

Editor: Arief Sukaputra

 

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.