
BLITAR (Lenteratoday) - Mengantisipasi penyakit Antraks pada ternak menjelang Idul Adha, Pemkab dan Pemkot Blitar menerapkan kebijakan berbeda. Kedua pemeritahan itu ada yang melarang dan ada yang membolehkan masuknya ternak dari Kabupaten Tulungagung.
Perbedaan kebijakan antara Pemkab dan Pemkot Blitar ini terkait ditemukannya ternak dari Kabupaten Tulungagung yang terjangkit penyakit Antraks. Pemkab Blitar melarang masuknya daging dan ternak dari wilayah Kabupaten Tulungagung, melalui SE Nomor 524.3/606/409.115.2/2021, yang ditujukan kepada semua camat dan kepala desa di Kabupaten Blitar.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Pemkab Blitar, Adi Andaka menyampaikan larangan ini untuk meningkatkan kewaspadaan bersama akan potensi penyebaran penyakit Antraks yang sedang mewabah di Kabupaten Tulungagung. "Untuk mencegahan meluasnya wabah, Pemkab Blitar mencegah masuknya ternak dari Kabupaten Tulungagung," ujar Adi pada wartawan.
Adi menjelaskan bahwa sesuai UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Hewan, pemerintah wajib melindungi kesehatan hewan dan manusia beserta ekosistemnya sebagai prasyarat terselenggaranya peternakan yang maju, berdaya saing, dan berkelanjutan. Serta penyediaan pangan yang aman, sehat, utuh dan halal (Asuh). "Termasuk
hewan ternak ruminansia, seperti kambing, sapi, kerbau, dan domba," jelasnya.
Menjelang Idul Adha, perlu ditingkatkan kewaspadaan pada masyarakat agar tidak menyebelih hewan yang terpapar penyakit. Apalagi penyakit Antraks yang dapat menularkan ke manusia. "Kita harus tingkatkan kewaspadaan masuknya hewan ruminasia dari luar daerah, apalagi dari Tulungagung kami cegah masuk kesini," tandas Adi.
Adi menerangkan Antraks merupakan penyakit pada hewan ternak ruminasia dengan kematian tinggi, gejala yang dialami ternak diantaranya demam tinggi, sesak nafas, pembengkakak cepat pada tenggorokan. Keluar darah dari lubang alami, kejang kemudian mati.
"Kami minta warga segera melapor, jika menemukan gejala seperti itu pada ternaknya. Termasuk menemukan daging limpa dengan kondisi lebih besar ukurannya dari ukuran normal atau melebihi ukuran hati," terangnya.
Berbeda dengan Pemkab, Pemkot Blitar melalui Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Blitar, Rodiyah mengatakan tetap menerima hewan ternak dari Kabupaten Tulungagung. Namun, dengan melakukan pengetatan pengawasan lalu lintas perdagangan hewan khususnya sapi.
"Untuk mengantisipasi dan mencegah penularan penyakit bakteri antraks pada hewan ternak di Kota Blitar. Meskipun sampai saat ini belum ada temuan, hewan ternak terinfeksi Antraks di Kota Blitar," katanya.
Rodiyah mengungkapkan langkah tersebut sebagai antisipasi dan juga pengetatan pengawasan perdagangan hewan ternak khususnya sapi di pasar hewan, peternak, dan jagal di Kota Blitar.
"Seperti di Pasar Hewan Dimoro, merupakan pusat perdagangan hewan terbesar di Kota Blitar. Tiap hari Pasaran Jawa Pon dan Legi, banyak pedagang sapi dari luar Kota Blitar termasuk Tulungagung yang datang di Pasar Hewan Dimoro," ungkapnya.
Oleh karena itu petugas akan memperketat pengawasan dan pengecekan terhadap sapi yang datang di Pasar Hewan Dimoro. Tiap transaksi sapi dari luar kota, khususnya dari Tulungagung harus menunjukkan Surat Kesehatan Hewan. "Kalau tidak punya, kami anjurkan memeriksakan sapi di Puskesmas Hewan di sekitar Pasar Hewan Dimoro," tegas Rodiyah.
Rodiyah menambahkan pihaknya juga minta peternak dan jagal untuk tetap menjaga kebersihan dan sanitasi agar lingkungan tetap sehat. "Langkah ini sebagai upaya untuk memastikan hewan ternak yang masuk dan keluar Kota Blitar benar-benar dalam kondisi sehat," pungkasnya.
Seperti diketahui, penyakit bakteri antraks ditemukan pada hewan ternak di Desa Sidomulyo, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung. Sebelumnya ada 26 ekor sapi dan tiga kambing yang mati di Desa Sidomulyo, Kecamatan Kedungwaru. Satu sapi terakhir yang diambil sampelnya menunjukkan adanya serangan bakteri Antraks. (ais)