
Ada cerita soal korupsi pada Sosialisasi Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2019, Jumat siang (28/11/2019) di Hotel Tunjungan, Surabaya. Yang bercerita adalah Ahmnad Djauhari -Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Dewan Pers.
Dalam lawatan ke daerah di pelosok Tanah Air, Ahmad Djauhari sering menjumpai perlaku aneh (baca, korupsi) sejumlah media. Tidak hanya sering, tetapi juga banyak.
Awak media ini, sebut saja Si Bung selalu aktif berada di lapangan. Meliput, mewancarai Kepala Daerah sebagaimana tugas seorang wartawan.
“Dari media apa, Cak?” sapa Pak Djauhari
“Media Anu….” Jawab Si Bung
Sebagai orang dalam Dewan Pers, Djauhari bertanya agak mendalam. Misalnya, tentang media dari Si Bung, apakah sudah resmi terdaftar? Ternyata belum. Apakah pemimpin redaksi dan para wartawan media tersebut sudah ikut Uji Kompetensi Wartawan? Ternyata juga belum.
Si Bung tadi lantas menunjukkan berita-berita yang sudah ditayangkan oleh Media “Anu”. Ahmad Djauhari mendapat penjelasan berita yang ditayangkan, sebagian besar milik media yang sudah ternama. Diambil begitu saja. Tanpa izin. Sama sekali tidak disertai ikatan kerjasama.
Selain media online, tutur Djauhari, juga ada media cetak. Keberadaan media yang disebut belum “bersertifikasi” ini indikasinya, semata-mata mencari iklan di instansi dan dinas di daerah.
“Ini kategorinya korupsi. Oknum tadi mempengaruhi kepala daerah mengeluarkan anggaran untuk memasang iklan” tutur Djauhari.
Para undangan yang hadir, kawan-kawan Pimpinan Media tersipu-sipu. Selain malu juga ingin tahu. Atau mungkin pura-pura malu. Atau pura-pura ingin tahu.
Serba Repot
Bab korupsi memang serba repot. Cerita di atas hanya sekadar cerita pengalaman. Belum sampai terbukti tangkap tangan. Tahapnya masih modus. Sekali pun begitu, Dewan Pers tetap membuka tangan. Memberi bimbingan soal perijinan.
Bab korupsi akhirnya bikin repot. Masyarakat cuma menyaksikan episode demi episode. Para tersangka kasus korupsi tetap bergaya “cengengesan”. Yang sudah dijatuhi vonis pun masih ngeyel.
Mereka, para pelaku korupsi malah tidak tahu menahu tentang apa yang menimpa dirinya. Ada yang berterus terang terima uang. Tapi tidak mengerti itu uang asalnya darimana. Kalau terpojok, biasanya pelaku bilang: Saya dijebak! Iya ‘kan?
KPK, sebagai institusi resmi pemberantasan korupsi bersama seluruh elemen bangsa, terus bergerak. Menciptakan inovasi pencegahan korupsi. Pencegahan korupsi pada periode 2015-2019 semakin memberikan dampak signifikan.
Data KPK, ada tiga besar perkara tindak pidana korupsi 2015-2019. Rinciannya: 475 kasus penyuapan. 77 kasus pengadaan barang dan jasa. 21 rindak pidana pencucian uang (TPPU).
Membangun kesadaran antikorupsi termasuk pencegahan korupsi di Indonesia kian meluas. Mulai dari perbaikan sistem, peningkatan transparansi serta akuntabilitas penyelenggara negara. Supervisi, pendidikan dan kampanye antikorupsi.
Jangan korupsi, walau cuma aksi-aksi.
Salam #HariAntiKorupsiInternational [ABH]