Tekankan AI Hanya Sebagai Alat, Gubernur Khofifah: Nilai dan Karakter Tetap Ada pada Guru
MALANG (Lentera) - Pemerintah Provinsi Jawa Timur menegaskan pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dalam dunia pendidikan tidak dimaksudkan untuk menggantikan peran guru. Teknologi diposisikan sebagai alat bantu pembelajaran, sementara nilai, karakter, dan sensitivitas kemanusiaan tetap menjadi domain utama pendidik.
Penegasan tersebut disampaikan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, saat menghadiri Festival Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (TIKP) Jawa Timur "Festika Jatim" Tahun 2025 di Hotel Savana, Kota Malang, Senin (15/12/2025).
"Di dalam seorang guru itu ada transfer of attitude, yang itu tidak bisa dilakukan oleh AI. Sensitivitas ada pada guru, itu tidak pada AI," ujar Khofifah.
Meski demikian, dalam kegiatan yang mengusung tema "Digitalisasi Pembelajaran Bermakna Wujudkan Pendidikan Berkualitas dan Unggul Menuju Indonesia Emas 2045." Khofifah menekankan teknologi memiliki peran strategis dalam membuka konektivitas global secara cepat dan real time.
Khofifah juga menekankan, guru memiliki peran sentral dalam mentransformasikan pemanfaatan AI berbasis nilai. Guru, menurutnya, tetap menjadi figur yang disiapkan untuk digugu dan ditiru oleh peserta didik. "Teknologi ini adalah alat, menjadi penguat. Modernisasi, efektivitas, dan efisiensi bisa dilakukan, tapi jangan menempatkan teknologi bebas nilai," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Provinsi Jawa Timur, Aries Agung Paewai menegaskan kebijakan pemanfaatan AI di sektor pendidikan telah sejalan dengan arahan pemerintah pusat, yakni menjadikan AI sebagai pendukung proses pembelajaran, bukan pengganti peran tenaga pendidik.
Menurut Aries, pengenalan AI kepada guru dan peserta didik penting dilakukan agar insan pendidikan memahami secara utuh fungsi, manfaat, serta potensi risiko penggunaan AI di dunia pendidikan.
"Kita ingin mereka tidak meraba-raba. Apa itu AI, apa positifnya, apa negatifnya, sehingga dunia pendidikan tetap berproses seperti dulu, tetapi dengan bantuan teknologi," jelasnya.
Aries menambahkan, AI diharapkan hanya menjadi alat bantu dalam proses menulis, berkarya, dan belajar, tanpa mengambil alih kreativitas dan proses berpikir manusia. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya kemampuan insan pendidikan untuk bersanding dengan teknologi.
"Jangan sampai kita kalah dengan teknologi. Kita harus mampu bersanding untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan," katanya.
Festika Jatim 2025 sendiri, lanjut Aries, menjadi wadah bagi para guru yang telah memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran, sekaligus mendorong lahirnya guru-guru baru yang memiliki semangat serupa.
Sebagai informasi, rangkaian kegiatan Festika Jatim 2025 diawali dengan webinar edukasi yang diikuti lebih dari 32 ribu peserta, terdiri dari pengawas, kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan dari berbagai daerah di Jawa Timur.
Selain itu, terdapat ajang Guru Sobat Teknologi (GST) yang diikuti 2.100 guru dari 24 cabang dinas pendidikan, yang menampilkan praktik terbaik pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran.
Festika Jatim 2025 juga menghadirkan lomba Anak Remaja Kreatif AI (AREK_AI) yang diikuti 1.120 tim siswa SMA/SMK sederajat. Para peserta berkompetisi menciptakan aplikasi dan situs web sebagai bukti peran pelajar sebagai pencipta teknologi dalam dunia pendidikan.
Dalam kesempatan tersebut, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur turut meluncurkan buku berjudul Bukan Guru Biasa, yang memotret perjalanan inspiratif 22 guru di Jawa Timur dalam menjawab tantangan pembelajaran di era Artificial Intelligence. (*)
Reporter: Santi Wahyu
Editor : Lutfiyu Handi





.jpg)
