SURABAYA (Lentera) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas dari Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau, Sofyan Franyata Hariyanto (SFH). Penggeledahan tersebut terkait penyidikan kasus yang melibatkan mantan Gubernur Riau Abdul Wahid (AW).
“Benar, tim sedang melakukan giat penggeledahan di rumah dinas SFH selaku Plt. Gubernur Riau,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Senin (15/12/2025) melansir antara.
Lebih lanjut Budi menjelaskan bahwa penggeledahan terkait penyidikan perkara dugaan tindak pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau, yang bermula dari kegiatan tertangkap tangan pada awal November lalu.
Sebelumnya, pada 3 November 2025, KPK mengonfirmasi penangkapan Abdul Wahid selaku Gubernur Riau dan delapan orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT).
Pada 4 November 2025, KPK mengumumkan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam menyerahkan diri kepada lembaga antirasuah tersebut.
Selain itu, KPK pada tanggal yang sama, mengonfirmasi sudah menetapkan tersangka pasca-OTT tersebut. Namun, belum dapat memberitahukan secara detail kepada publik.
Pada 5 November 2025, KPK mengumumkan penetapan Gubernur Riau Abdul Wahid (AW), Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPRPKPP) Riau M. Arief Setiawan (MAS), serta Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam (DAN) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2025.
Kasus Korupsi Gubernur Riau
Sebelumnya, Pimpinan KPK, Johanis Tanak menyebut OTT terhadap Abdul Wahid bermula dari pengaduan masyarakat. Informasi awal yang diterima KPK, pada Mei 2025 lalu terjadi pertemuan di salah satu kafe di Kota Pekanbaru antara FRY, selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-VI, Dinas PUPR PKPP.
Pertemuan itu untuk membahas kesanggupan pemberiaan fee yang akan diberikan kepada Abdul Wahid selaku Gubernur Riau, yakni sebesar 2,5 persen. "Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar (terjadi kenaikan Rp 106 miliar)," katanya melansir liputan6.
Hasil pertemuan itu disampaikan FRY ke MAS selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Riau. MAS yang merepresentasikan gubernur meminta besaran fee ditambah jadi 5 persen atau Rp 7 miliar.
"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah jatah preman," ujarnya.
Mendapat tawaran itu, Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR PKPP beserta Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau melakukan pertemuan kembali. Disepakatilah besaran fee untuk gubernur seperti yang diminta yakni 5 persen. Hasilpertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada MAS dengan kode '7 batang'
Setelah ada kesepakatan tersebut, terjadilah tiga kali setoran fee jatah untuk Abdul Wahid terhitung sejak Juni-November 2025. Totalnya mencapai Rp 4,05 miliar lebih dari jatah preman yang disepakati Rp 7 miliar.
Setoran pertama pada Juni 2025. FRY sebagai pengepul uang dari Kepala UPT, mengumpulkan total Rp 1,6 miliar. Atas perintah MAS sebagai representasi AW, bahwa FRY mengalirkan dana sejumlah Rp 1 miliar kepada AW melalui perantara DAN selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau. Kemudian, FRY juga memberikan uang sejumlah Rp600 juta kepada kerabat MAS.
Kemudian pada Agustus 2025, atas perintah DAN sebagai representasi AW, melalui MAS, FRY kembali mengepul uang dari para kepala UPT, dengan uang terkumpul sejumlah Rp 1,2 miliar. Atas perintah MAS, uang tersebut, di antaranya didistribusikan untuk driver MAS sebesar Rp 300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp 375 juta, dan disimpan oleh FRY senilai Rp 300juta.
Serta pada November 2025 tugas pengepul dilakukan Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp 1,25 miliar, yang di antaranya dialirkan untuk AW melalui MAS senilai Rp 450 juta serta diduga mengalir Rp 800 juta yang diberikan langsung kepada AW.
"Pada pemberian ketiga ini, Senin (3/11/2025), Tim KPK melakukan kegiatan tangkap tangan," ujar Johanis.
Tiga orang yang terciduk dalam OTT tersebut adalah MAS, FRY dan lima Kepala Unit Kepala Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan Wilayah I III, IV, V, VI Dinas PUPR PKPP yakni KA, EI, LH, BS, RA.
"Selain itu, Tim KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp 800 juta," ujarnya. (*)
Editor : Lutfiyu Handi/berbagai sumber





.jpg)
