NGAWI (Lentera) – Kebijakan Presiden Prabowo Subianto menurunkan harga pupuk hingga 20 persen membawa angin segar bagi petani konvensional di Kabupaten Ngawi. Namun, di sisi lain, kebijakan ini menjadi tantangan baru bagi keberlanjutan program Pertanian Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan (PRLB) yang telah dijalankan sejak 2021.
Program PRLB digagas untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk dan pestisida kimia sintetis, sekaligus memperbaiki kondisi tanah pertanian. Petani diajak memproduksi pupuk serta pestisida organik secara mandiri guna memperkuat kemandirian dan kedaulatan pangan lokal.
Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Ngawi, M Hasan Zunairi, mengatakan PRLB awalnya menjadi solusi atas keterbatasan pupuk bersubsidi. Selain itu, program ini juga dirancang untuk memperbaiki tanah yang sudah menurun kualitasnya akibat pemakaian bahan kimia dalam jangka panjang.
“Berdasarkan hasil laboratorium, kondisi tanah di Ngawi waktu itu sudah tidak baik-baik saja. Maka diperlukan terobosan agar kesuburan bisa dikembalikan,” ujar Hasan, Selasa (28/10/2025).
Sejak diperkenalkan, luas lahan PRLB di Ngawi terus meningkat, dari 718 hektare pada 2021 menjadi 20.217 hektare pada 2025. Produksi gabah kering giling (GKG) dari lahan PRLB juga mencapai 140.912,49 ton dengan provitas 6,97 ton per hektare, meningkat konsisten setiap tahun.
Namun, dengan harga pupuk kimia yang kini turun 20 persen, Hasan mengakui ada tantangan baru dalam mempertahankan semangat petani menerapkan sistem ramah lingkungan.
“Kondisi ini tentu berdampak pada PRLB. Tapi tujuan utama PRLB adalah perbaikan tanah, jadi meski petani kembali memakai pupuk kimia, unsur organik tetap harus digunakan,” tegasnya.
Secara ekonomi, sistem PRLB terbukti lebih efisien. Data DKPP mencatat, biaya produksi petani PRLB hemat hingga 40–50 persen dibanding pertanian konvensional. Selain itu, kualitas tanah PRLB kini lebih gembur dan subur, menunjukkan hasil nyata dari penerapan sistem tersebut.
Hasan berharap pengembangan PRLB tak hanya digerakkan oleh dinas pertanian, tetapi juga oleh komunitas pertanian organik dan kelompok tani di tingkat desa.
"Kita ingin PRLB menjadi gerakan bersama untuk memulihkan ekologi tanah pertanian,” ujarnya.
Berdasarkan SK Menteri Pertanian, harga pupuk Urea turun dari Rp2.250 menjadi Rp1.800 per kilogram, sedangkan pupuk NPK dari Rp2.300 menjadi Rp1.840 per kilogram. Penurunan harga berlaku nasional dan langsung efektif per akhir Oktober 2025.
Reporter: Miftakul FM/Editor: Widyawati




.jpg)
