JAKARTA (Lentera)— Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa Indonesia berhasil memangkas ketergantungan pada impor solar secara signifikan. Saat ini, volume impor solar nasional hanya sekitar 4,9 juta kiloliter (KL) per tahun dari total konsumsi yang mencapai 34–35 juta KL.
Bahlil menyebut capaian ini merupakan hasil langsung dari penerapan program biodiesel (B40), yakni campuran 40 persen bahan bakar nabati dari minyak kelapa sawit (CPO) dalam bahan bakar solar. “Kita hanya impor 4,9 juta KL per tahun karena berhasil melakukan transformasi ke biodiesel. Konsumsi solar nasional tetap tinggi, tapi impor kita terus menurun,” ujarnya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Program biodiesel Indonesia kini terus berkembang menuju tahap B50, di mana campuran biodiesel akan ditingkatkan menjadi 50 persen. Menurut Bahlil, uji coba B50 telah dilakukan sebanyak tiga kali dan kini memasuki tahap akhir yang berlangsung selama enam hingga delapan bulan.
“Kalau uji terakhir di mesin kapal, kereta, dan alat berat sudah selesai dan hasilnya sesuai, maka kita akan gunakan B50 secara penuh. Kalau itu diterapkan, Insyaallah mulai semester II tahun 2026 kita tidak akan impor solar lagi,” jelasnya optimistis.
Bahlil juga memastikan bahwa pasokan bahan baku CPO untuk biodiesel aman. Sebagai produsen CPO terbesar di dunia, Indonesia disebut mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa mengorbankan ekspor, asalkan intensifikasi lahan dan produksi berjalan optimal.
“Kalau pengelolaan lahan dan produksi berjalan baik, kita tidak perlu mengurangi ekspor. Tapi memang, penerapan B50 bisa berdampak pada penurunan ekspor CPO sekitar 5 juta ton,” tambahnya.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber




.jpg)
