SURABAYA (Lentera) - Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Jawa Timur, M Hadi Wawan Guntoro mengingatkan pemerintah daerah dan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, terhadap potensi maraknya aktivitas LGBT di wilayahnya.
"Kita harus meningkatkan kewaspadaan terhadap praktik-praktik yang tidak sesuai dengan norma masyarakat, salah satunya LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender)," kata Hadi di Surabaya mengutip Antara, Senin (27/10/2025).
Menurutnya, kasus pesta sesama jenis di Surabaya baru-baru ini menjadi peringatan penting, bahwa aktivitas serupa dapat muncul di berbagai daerah lain di Jawa Timur.
Oleh karena itu, ia menekankan perlunya sinergi antara pemerintah, aparat, dan masyarakat untuk menjaga nilai sosial dan moral. Ia menjelaskan, fenomena LGBT bukan hanya persoalan moral, tetapi juga berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Salah satu indikator yang bisa dijadikan acuan, adalah tingkat kasus HIV/AIDS di suatu daerah.
"Salah satu indikatornya adalah tingkat HIV. Itu bisa dilihat nanti, apakah ada korelasi positif dengan fenomena LGBT. Ini perlu dicek dan diwaspadai bersama," tandasnya.
Meskipun tidak memiliki data rinci sebaran kasus LGBT di Jawa Timur, Hadi mengakui indikasi aktivitas tersebut bisa muncul di banyak daerah.
Ia mencontohkan, pengalamannya saat bertugas di Kabupaten Bondowoso pada 2024, di mana ditemukan peningkatan kasus HIV yang disinyalir berkaitan dengan hubungan sesama jenis.
"Waktu saya bertugas di Bondowoso, indikasi LGBT cukup tinggi karena kasus HIV-nya juga meningkat. Tapi untuk daerah lain saya belum tahu pasti," tuturnya.
Ia pun mendorong, masyarakat berperan aktif dalam deteksi dini terhadap aktivitas mencurigakan dan segera melapor ke aparat setempat.
"Kalau ada aktivitas yang terasa tidak wajar, laporkan saja ke RT, RW, atau kepala desa. Prinsipnya adalah peduli terhadap lingkungan kita," kata Hadi.
Sebagai langkah pencegahan, ia menekankan perlunya pengawasan terhadap tempat-tempat yang berpotensi digunakan untuk aktivitas LGBT, seperti hotel, vila, atau penginapan tertutup.
"Biasanya kegiatan seperti itu dilakukan di tempat yang jauh dari keramaian. Maka izin kegiatannya harus jelas, siapa penanggung jawabnya, dan perlu diawasi," ungkapnya.
Hadi menegaskan, bahwa kewaspadaan sosial tidak boleh dimaknai sebagai tindakan diskriminatif, melainkan bentuk tanggung jawab bersama menjaga tatanan sosial.
"Kita tidak menstigma, tapi menjaga agar norma-norma sosial tetap terpelihara. Kalau ada yang mencurigakan, cukup dilaporkan ke aparat agar ditindak sesuai aturan," imbuhnya.
Editor: Arief Sukaputra




.jpg)
