Ketua DPRD Jatim Soroti Dampak Pemangkasan TKD Terhadap Layanan Publik dan Pembangunan Daerah

SURABAYA (Lentera) — Ketua DPRD Jawa Timur, Musyafak Rouf menyoroti kebijakan pemerintah pusat yang memangkas dana transfer ke daerah (TKD) di wilayahnya, pengurangan TKD yang mencapai Rp2,8 triliun di Pemprov Jatim dan Rp17,5 triliun pada pemerintah kabupaten/kota akan berdampak besar terhadap pembangunan daerah dan pelayanan publik.
“Kita berharap Menteri Keuangan meninjau kembali atau mengevaluasi pengeprasan dana TKD ke Jatim. Baik yang untuk Pemprov Jatim maupun ke Pemkab/Pemkot di Jatim,” ungkap Musyafak, Selasa (21/10/2025).
Menurutnya, TKD merupakan sumber anggaran penting bagi daerah untuk menjalankan program pembangunan dan layanan masyarakat.
“Dana TKD ini sangat krusial dan diandalkan daerah untuk pembangunan. Kalau ada pemangkasan, dan apalagi ini besar nilainya, tentunya akan berdampak pada pembangunan dan juga layanan pada masyarakat,” ujarnya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menjelaskan, daerah tengah didorong untuk menyukseskan program strategis nasional sesuai arahan Presiden Prabowo. Program ketahanan pangan, Makan Bergizi Gratis, hingga Koperasi Merah Putih membutuhkan dukungan anggaran dari daerah.
“Pelaksanaan program tersebut juga bergantung pada stimulus anggaran daerah. Belum lagi pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan juga sektor yang lain yang tentunya membutuhkan sokongan anggaran yang tidak sedikit,” lanjutnya.
Musyafak juga menyinggung kebijakan opsen pajak dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, yang menyebabkan Pemprov Jatim hanya menerima 40 persen dari pajak kendaraan bermotor. “Artinya kita kehilangan Rp 4,8 triliun,” terangnya.
Ia menambahkan, dengan pemangkasan TKD sebesar Rp2,8 triliun, kondisi keuangan daerah akan semakin tertekan. Berdasarkan surat Dirjen Perimbangan Keuangan No. S-62/PK/2025, alokasi TKD Jatim untuk 2026 diproyeksikan hanya Rp8,8 triliun, turun 24,21 persen dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp11,4 triliun.
“Meski itu sudah ada mandatory spending-nya, tapi kalau anggarannya memang terbatas, bukan tidak mungkin imbasnya juga akan mengurangi belanja di sektor strategis khususnya pendidikan, kesehatan, dan juga infrastruktur,” tegasnya.
Musyafak mengingatkan, bahwa penurunan alokasi TKD berpotensi mengorbankan masyarakat sebagai penerima manfaat layanan publik. DPRD Jatim pun berencana melobi pemerintah pusat agar besaran pemangkasan TKD untuk Jawa Timur bisa ditinjau kembali.
“Kita akan mencoba melobi juga ke pusat, agar bagaimana caranya TKD untuk Jatim tidak sampai sebesar itu,” tandas Musyafak.
Selain itu, ia membuka opsi untuk memperjuangkan peningkatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dari 3 persen menjadi 10 persen sebagai alternatif tambahan pendapatan daerah.
“Kita akan bicarakan ke pusat, baik nilai pemangkasan TKD maupun opsi lain yang mungkin bisa diambil,” pungkasnya. (ADV)
Reporter: Pradhita/Editor: Ais