02 November 2025

Get In Touch

Rencana Penghapusan Bantuan Pendidikan Siswa Negeri Memicu Kecemburuan Sosial

Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya Yona Bagus Widyatmoko.
Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya Yona Bagus Widyatmoko.

SURABAYA (Lentera) -Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengubah skema bantuan pendidikan dalam Raperda APBD 2026 menuai sorotan dari DPRD. Komisi A menilai kebijakan baru tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi siswa dari keluarga miskin, terutama mereka yang bersekolah di SMA negeri.

Hal ini disampaikan Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, usai rapat pembahasan bersama Bagian Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Bapemkesra) di ruang Komisi A, Senin (20/10/2025).

Menurut Yona, kebijakan baru Pemkot yang hanya memberikan bantuan biaya pendidikan kepada siswa SMA/SMK swasta, sementara siswa SMA negeri hanya mendapat bantuan seragam, dapat memicu kecemburuan sosial di masyarakat.

“Kami berpikir kebijakan ini tidak memenuhi asas keadilan. Baik siswa negeri maupun swasta sama-sama berasal dari keluarga miskin atau pramiskin. Kalau bantuan biaya pendidikan untuk yang negeri dihapus, pasti akan timbul polemik di bawah,” kata Yona.

Saat ini terdapat 16.800 siswa SMA/SMK penerima Beasiswa Pemuda Tangguh. Dari jumlah tersebut, 9.858 siswa berasal dari sekolah swasta, sedangkan 6.942 siswa dari sekolah negeri. 

Selama ini, seluruh penerima memperoleh bantuan biaya pendidikan sebesar Rp200.000 per bulan yang dikirim langsung kepada siswa.

Namun, pada tahun anggaran 2026, Pemkot berencana menghapus bantuan tunai bagi siswa negeri dan menggantinya dengan bantuan seragam, sedangkan untuk siswa swasta nilai bantuannya naik menjadi Rp500.000 per bulan.

“Kenaikan untuk siswa swasta dari Rp200.000 menjadi Rp500.000 memang bagus tujuannya, tetapi terlalu tinggi. Ini bisa menimbulkan kesenjangan sosial,” jelas Yona.

Politisi dari Fraksi Gerindra ini menegaskan, Komisi A tidak menolak peningkatan bantuan bagi siswa swasta. Namun, ia meminta besaran bantuan disesuaikan secara proporsional dan kuota penerima diperluas agar lebih banyak keluarga miskin bisa menikmati program tersebut.

“Kami menyarankan agar bantuan untuk swasta tidak langsung Rp500.000. Lebih baik dinaikkan menjadi Rp250.000 saja, tapi kuotanya dua kali lipat. Jadi lebih banyak keluarga miskin yang tercover,” tuturnya.

Selain besaran bantuan, Komisi A juga menyoroti mekanisme baru penyaluran dana yang akan dikirim langsung ke rekening sekolah, bukan ke siswa. Menurut Yona, sistem ini rawan disalahgunakan jika tidak disertai pengawasan ketat.

“Kalau dana ditransfer ke sekolah, harus ada pengawasan ketat. Jangan sampai ada penyalahgunaan dana, misalnya SPP tidak sampai Rp500.000 tapi sekolah tetap menerima penuh,” tambahnya.

Ia pun mengingatkan agar Pemkot tidak terburu-buru menjalankan kebijakan baru tanpa kajian mendalam, sebab perubahan skema ini bisa menimbulkan gejolak di masyarakat.

Komisi A berkomitmen untuk mengawal agar kebijakan bantuan pendidikan tetap adil dan berpihak pada keluarga miskin.

“Kami akan mendorong agar TAPD dan Pemkot meninjau ulang nilai bantuan dan sistem penyalurannya. Jangan sampai niat baik berubah jadi masalah sosial,” pungkas Yona.

Sementara itu, Kepala Bapemkesra Kota Surabaya, Arif Boediarto, menjelaskan perubahan skema merupakan bagian dari restrukturisasi pengelolaan dana Kader Surabaya Hebat (KSH) agar lebih efektif dan tepat sasaran.

Mulai 2026, pengelolaan KSH akan dialihkan ke tingkat kecamatan dengan total anggaran mencapai Rp250 miliar.

“Untuk tahun 2026, anggaran KSH akan diturunkan ke kecamatan. Dengan begitu, teman-teman di kecamatan bisa lebih efektif menggerakkan koordinasi dan kreativitas di wilayahnya,” jelas Arif.

Arif menuturkan, penyaluran dana nantinya akan langsung ke rekening sekolah agar penggunaannya sesuai tujuan.

Selain itu, Pemkot tidak bermaksud mengurangi bantuan, melainkan menyempurnakan sistem agar lebih transparan dan efisien, serta memastikan tidak ada anak Surabaya yang putus sekolah karena persoalan biaya.

"Kalau dana dipegang anak, kadang tidak semua digunakan untuk sekolah. Jadi nanti ditransfer langsung ke sekolah supaya penggunaannya tepat sasaran,” tutupnya. 

Reporter: Amanah|Editor: Arifin BH

 

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.