
MALANG (Lentera) - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang mengakui masih banyak trotoar yang rusak dan membutuhkan perbaikan. Namun, keterbatasan anggaran membuat upaya pembenahan belum bisa dilakukan secara menyeluruh, sehingga perlu ditetapkan skala prioritas.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPR-PKP) Kota Malang, Dandung Djulharjanto, mengatakan pihaknya memahami kebutuhan masyarakat terhadap jalur pedestrian yang layak. Namun, di sisi lain, anggaran pembangunan infrastruktur juga harus dibagi untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak.
"Ya, kami inginnya sih menjangkau semuanya. Tetapi memang karena kita masih terbatas anggaran juga. Jadi ada skala prioritasnya. Di sisi lain juga ada pembangunan infrastruktur yang lebih urgent," ujar Dandung, Rabu (27/8/2025).
Untuk tahun 2025 ini, menurutnya beberapa titik di Kota Malang mendapat alokasi perbaikan trotoar. Salah satunya di kawasan Jalan Sultan Agung, dengan panjang perbaikan mencapai sekitar 100 meter. Proyek ini didukung anggaran lebih dari Rp100 juta.
"Angka pastinya saya lupa. Tetapi nggak sampai Rp500 juta, lah. Sedikit banget di situ. Kalau Rp100 juta, lebih. Itu ada yang memang dibangun baru, ada yang diperbaiki," paparnya.
Meski program pemeliharaan tetap berjalan, Dandung mengakui belum dapat memastikan kapan seluruh trotoar di Kota Malang bisa benar-benar dalam kondisi layak. Pasalnya, saat ini Pemkot masih fokus pada penanganan banjir yang membutuhkan biaya besar.
Selain faktor anggaran, Dandung juga menyoroti pemanfaatan trotoar yang sering tidak sesuai peruntukan. Disebutkannya, banyak trotoar dipakai untuk aktivitas lain seperti parkir kendaraan, tempat berjualan pedagang kaki lima (PKL), hingga penempatan fasilitas tertentu.
"Trotoar kan bukan untuk kendaraan. Artinya, beban kendaraan lebih berat sehingga usia trotoar bisa lebih pendek karena tidak sesuai peruntukannya," jelasnya.
Terkait penertiban, Dandung menilai diperlukan kolaborasi antarorganisasi perangkat daerah (OPD). Selain itu, kesadaran masyarakat juga sangat penting untuk menjaga keberlangsungan fungsi trotoar.
Di sisi lain, Guru Besar Bidang Rancang Kota dan Environment Behavior Universitas Brawijaya (UB), Prof. Ir. Jenny Ernawati, MSP., Ph.D., menilai pembangunan trotoar sebaiknya tidak hanya berorientasi pada standar fisik. Menurutnya, aspek kebutuhan serta budaya masyarakat juga perlu dipertimbangkan.
Terlebih terkait desain trotoar di Kota Malang, menurutnya harus disesuaikan dengan karakter masyarakat dan lingkungan lokal. Agar benar-benar bermanfaat sekaligus berkelanjutan.
Prof. Jenny mencontohkan desain pedestrian di Singapura yang dibuat beratap untuk melindungi pejalan kaki dari panas, berbeda dengan negara-negara Barat yang masyarakatnya lebih senang berjalan di bawah sinar matahari.
"Sosial budaya, di sini kan banyak ditemukan PKL di trotoar, ini kan aktivitas sosial juga, ya. Jadi tidak bisa dihilangkan karena itu adalah tipikalnya orang Indonesia. Yang bisa dilakukan adalah bagaimana cara menatanya, menertibkannya. Jadi diarahkan sehingga itu juga bisa jadi elemen pedestrian kita," jelas Prof. Jenny.
Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH