Pemkot Batu Kirim 30-50 Ton Sampah untuk TPA Supit Urang Malang, Diolah Menjadi Listrik

BATU (Lentera) - Pemerintah Kota Batu akan mengirim 30 hingga 50 ton sampah per hari untuk mendukung operasional Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Supit Urang, Kota Malang.
Langkah ini sekaligus menjadi upaya mengurangi penggunaan insinerator di TPA Tlekung, yang selama ini menjadi metode pengolahan utama di Kota Batu.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batu, Dian Fachroni, menyatakan peran Kota Batu dalam proyek PSEL Malang Raya bersifat supporting sistem.
"Kota Batu sih sebagai supporting system saja. Karena lokasi Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) ini akan ada di Kota Malang, di TPA Supit Urang. Karena memang RTRW sudah disiapkan di sana," ujar Dian, Rabu (27/8/2025).
Menurutnya, kebutuhan sampah untuk mendukung PSEL mencapai minimal 1.000 ton per hari. Sementara, dari Kota Malang saja baru dapat dikalkulasikan sekitar 700 ton per hari. Kekurangan suplai tersebut akan dipenuhi dari Kabupaten Malang dan Kota Batu.
"Iya, jadi 30-50 ton sampah itu langsung kami kirim ke lokasi yang ditunjuk melalui PSEL ini," katanya.
Dian menambahkan, 30–50 ton sampah per hari, itu bersumber dari sampah di 21 ruas jalan protokol, objek vital strategis, serta kawasan usaha seperti hotel, restoran, dan kafe (horeka). Sementara setiap harinya, Kota Batu mampu menghasilkan sampah hingga 122,138 ton.
"Artinya, Kota Batu sendiri, karena menerapkan sistem untuk pengolahan sampah di kawasan hulu yang lebih optimal, kami hanya bisa mensuplai kurang lebih 30–50 ton per hari untuk PSEL ini," katanya.
Data DLH Kota Batu mencatat, dari total 122,138 ton sampah yang dihasilkan per hari, sebanyak 106,138 ton telah terkelola. Sementara sekitar 16 ton masih belum terkelola. Selebihnya, sebanyak 37 ton sampah yang masuk ke TPA Tlekung setiap hari diproses melalui insinerator.
Dian mengungkapkan, penggunaan insinerator di TPA Tlekung akan secara bertahap dikurangi. Hal ini seiring dengan beroperasinya PSEL di Supit Urang yang juga menggunakan teknologi thermal. Menurutnya, efisiensi biaya menjadi salah satu pertimbangan dalam transisi tersebut.
"Sehingga di kemudian hari insinerator yang kami gunakan ini akan kami reduksi untuk penggunaannya. Karena memang biaya produksi dan proses operasionalnya mahal juga," terangnya.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol, sebelumnya menegaskan Malang Raya akan dijadikan contoh nasional dalam pengolahan sampah berbasis aglomerasi. Teknologi waste to energy dipilih sebagai model pengolahan modern untuk mengatasi persoalan sampah secara terpadu.
"Sebagaimana diperintahkan oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto melalui Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan PSEL, untuk mengeksekusi penyelesaian pengolahan sampah salah satunya melalui waste to energy," kata Hanif usai pertemuan dengan tiga kepala daerah Malang Raya di salah satu hotel Kota Malang, Senin (18/8/2025).
Hanif menilai, Malang Raya yang meliputi Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu memiliki profil serta kesiapan yang memungkinkan untuk direalisasikan program ini. Ia menekankan, kolaborasi antarwilayah menjadi modal penting dalam menjadikan Malang Raya sebagai pilot project nasional pengolahan sampah menjadi energi listrik.
Reporter: Santi Wahyu|Edito: Arifin BH