
JAKARTA (Lentera) - Dalam Laporan Keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) per 30 Juni 2025 (unaudited), PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia atau PT PSBI sebagai entitas asosiasi KAI, mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp 4,195 triliun sepanjang tahun 2024.
Mengutip Kompas.com, Minggu (17/8/2025), kerugian masih berlanjut di tahun 2025, sampai semester pertama atau per Juni 2025 PT PSBI kembali merugi dengan nilai cukup besar yakni mencapai Rp 1,625 triliun
Dampak dari kerugian besar yang diderita PT PSBI sebagai pemegang saham mayoritas di PT KCIC, maka perusahaan-perusahaan BUMN yang tergabung dalam konsorium harus ikut menanggung renteng kerugian dari operasional Whoosh.
Masih merujuk pada laporan keuangannya, PT KAI sebagai pemimpin konsorsium dengan kepemilikan 58,53 saham PT PSBI, sepanjang semester pertama 2025, KAI harus ikut menanggung rugi hampir Rp 1 triliun, yakni sebesar Rp 951,48 miliar.
Sementara pada tahun 2024, KAI harus ikut menanggung rugi sebesar Rp 2,23 triliun. Hal ini membuat keuangan KAI sangat terbebani setelah ditugasi pemerintah menjadi pengendali saham di Whoosh.
Sebagai informasi, KAI dan tiga BUMNN lainnya membentuk perusahaan patungan PT PSBI sebagai pemegang saham mayoritas di konsorsium KCIC. Seluruh beban utang pembangunan proyek dan kerugian operasional Whoosh dibebankan kepada semua pemegang saham KCIC.
Konsorsium KCIC terdiri dari sembilan perusahaan. Dari pihak Indonesia, terdapat empat BUMN, yakni PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang bertindak sebagai pemimpin konsorsium. Sementara dari pihak China, bergabung lima perusahaan, yaitu China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, serta China Railway Signal and Communication Corp.
Di Indonesia, keempat BUMN tersebut membentuk badan usaha bernama PT PSBI. Adapun pihak China membentuk konsorsium China Railway. Kedua pihak kemudian mendirikan konsorsium bersama dengan nama PT KCIC. Dalam struktur kepemilikan, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia memegang 60 persen saham KCIC, sedangkan 40 persen sisanya dikuasai konsorsium China.
Pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh, terus membebani keuangan sejumlah BUMN yang terlibat di dalamnya. Bahkan saat proyek sudah rampung dan beroperasi, Whoosh terus mencatat rugi dengan nilai sangat besar.
Empat BUMN Indonesia yang tergabung dalam konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), harus ikut menanggung beban utang dan bunga tinggi kepada pihak China. Mayoritas pendanaan proyek ini berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), sementara sisanya ditopang oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta modal dari konsorsium perusahaan patungan BUMN Indonesia dan China.
Dikerjakan sejak 2016, proyek KCJB mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun sebesar 1,2 miliar dolar AS, setara sekitar Rp 18,02 triliun. Hasil audit bersama yang disepakati kedua negara mencatat, total biaya pembangunan KCJB kini membengkak menjadi 7,27 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 108,14 triliun.
Sebelumnya, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) mengungkapkan rencana untuk melakukan restrukturisasi utang proyek kereta cepat.
CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani menyatakan bahwa pihaknya saat ini masih dalam tahap evaluasi agar proses restrukturisasi dapat dilakukan secara menyeluruh.
"Kita sedang sedang evaluasi nih. Kita mau memastikan supaya ini bisa, kalau kita melakukan suatu corporate action itu tuntas gitu ya. Jadi bukan hanya sifatnya menunda masalah," ujarnya saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Meski demikian, Rosan belum bersedia mengungkapkan detail langkah yang akan diambil.
"Jadi kita akan lakukan nanti pada saatnya kita akan umumkan langkah-langkah kita dalam langkah kita merestrukturisasi dari KCIC atau Whoosh ini," katanya.
Rencana restrukturisasi ini sebelumnya juga pernah disampaikan oleh Chief Operating Officer (COO) BPI Danantara, Dony Oskaria yang mengatakan, pihaknya akan mengusulkan beberapa alternatif penyelesaian kepada pemerintah.
"Memang kereta cepat ini sedang kita pikirkan, dan segera akan kita usulkan. Tapi kan solusinya masih ada beberapa alternatif yang akan kita tawar, kita sampaikan kepada pemerintah mengenai penyelesaian daripada kereta cepat ini," ujar Dony saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, pada 23 Juli 2025.
Menurut Dony, restrukturisasi ini penting dilakukan demi menjaga kinerja BUMN yang terlibat, khususnya PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pemimpin konsorsium Indonesia.
Editor: Arief SUkaputra