
JAKARTA (Lentera) - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Niam meminta pemerintah mengambil langkah tegas menyikapi sound horeg, yang dinilai telah meresahkan masyarakat.
Hal ini menyusul dikeluarkannya fatwa haram oleh MUI Jawa Timur, untuk penggunaan sound horeg yang berlebihan.
"Karena itu pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk membangun harmoni di tengah masyarakat dan mencegah seluruh aktivitas yang bisa merusak harmoni, merusak kenyamanan, dan ketertiban umum," kata Asrorun Niam usai acara Milad ke-50 MUI di Pondok Gede, Jakarta Timur akhir pekan megutip Kompas.com, Senin (28/7/2025).
Ia tidak ingin sound horeg dibiarkan hanya karena masalah ekonomi, sementara banyak masyarakat yang dirugikan.
"Jangan ini dibiarkan hanya karena persoalan ekonomi, sementara ada kelompok masyarakat besar yang dirugikan," ucapnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, MUI Pusat bisa memahami keresahan masyarakat akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh dampak buruk sound horeg tersebut. Sebab berdasarkan hasil penelaahan, suara yang dihasilkan sound horeg terbukti melebihi dari batas atas suara yang baik untuk didengar.
Artinya kata dia, kekuatan suara yang dikeluarkan oleh sound horeg itu berdampak nyata terhadap kesehatan seseorang. Sound horeg ini juga berdampak pada kerusakan lingkungan.
"Kita bisa lihat ada rumah yang rusak, kaca yang pecah karena getaran suara yang begitu dahsyat. Ditambah lagi, umumnya kegiatan tersebut disertai dengan hal-hal yang bersifat destruktif," bebernya.
Kendati demikian, ia menyadari masalah utamanya bukan hanya soal suara. Ia mempersilakan, jika sound horeg digunakan untuk kegiatan lain yang lebih baik.
"Intinya bukan soundnya. Kalau soundnya digunakan untuk kepentingan hal yang baik dan dia tidak merusak, kemudian diputar pada waktu yang tepat, tidak mengganggu masyarakat, maka itu tentu dibolehkan, ya," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur resmi mengharamkan sound horeg jika dalam praktiknya terdapat unsur kemudaratan pada Minggu (13/7/2025).
Melalui Fatwa Nomor 1 Tahun 2025, ini merespon fenomena sound horeg yang belakangan ini mengundang kontroversi. Dalam pertimbangannya, MUI Jatim menyatakan, kemajuan teknologi audio digital pada dasarnya positif dan dibolehkan.
Asalkan, teknologi tersebut digunakan untuk kegiatan sosial, budaya, dan keagamaan yang tidak menyalahi hukum atau prinsip syariah. Namun, jika sound horeg digunakan secara berlebihan, mengganggu kenyamanan, mengancam kesehatan, atau merusak fasilitas publik, penggunaannya dinyatakan haram. Larangan ini diperkuat ketika disertai aksi joget campur laki-laki dan perempuan, membuka aurat, atau memicu kemaksiatan terlepas lokasi acaranya, baik di tempat umum maupun keliling permukiman.
MUI juga menegaskan, setiap individu memiliki hak berekspresi selama tidak mengganggu hak asasi orang lain, sebagai pedoman penggunaan sound yang seimbang dan bertanggung jawab.
Komisi Fatwa MUI Jatim menyebutkan, sound horeg masih diperbolehkan jika volumenya wajar dan digunakan untuk acara positif. Kegiatan positif yang dimaksud, seperti pengajian, shalawatan, atau pernikahan selama tidak menciptakan kemaksiatan.
Namun, kegiatan seperti battle sound, yang sering memicu kebisingan ekstrem, dinyatakan haram mutlak karena menjadi bentuk tabdzir (pemborosan) dan idha’atul mal (penyia-nyiaan harta). Selain itu, fatwa juga mengatur, jika penggunaan sound menyebabkan kerusakan atau kerugian pihak lain, pelakunya wajib mengganti kerugian tersebut.
“Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar yang mengakibatkan dampak kerugian terhadap pihak lain, wajib dilakukan penggantian,” demikian salah satu poin dalam fatwa.
Editor : Arief Sukaputra