13 July 2025

Get In Touch

Angka Pernikahan Anak di Kota Malang Capai 92 Kasus, Kedungkandang Tertinggi

Wakil Wali Kota Malang, Ali Muthohirin, menyampaikan arahannya dalam forum bertema \
Wakil Wali Kota Malang, Ali Muthohirin, menyampaikan arahannya dalam forum bertema \"Stop Pernikahan Anak\" Kamis (10/7/2025). (Santi/Lentera)

MALANG (Lentera) - Sepanjang tahun 2024, angka pernikahan anak di Kota Malang tercatat sebanyak 92 kasus. Dari jumlah tersebut, Kecamatan Kedungkandang menjadi wilayah dengan jumlah pernikahan anak tertinggi.

Data ini disampaikan oleh Wakil Wali Kota Malang, Ali Muthohirin, usai membuka kegiatan bertema "Stop Pernikahan Anak" yang diinisiasi oleh Forum Anak Kota Malang bersama Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos-P3AP2KB), Kamis (10/7/2024).

"Karena angkanya ini masih tinggi sekali di tahun 2024 kemarin. Tercatat ada 92 anak yang melakukan pernikahan dini dan terbanyak ada di Kecamatan Kedungkandang," ujar Ali.

Ali menjelaskan, meski tren tersebut mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 126 kasus pada 2023, angka ini masih menyisakan kekhawatiran. Dirinya menilai perlu adanya langkah yang lebih konkret dan kolaboratif untuk menurunkan angka pernikahan anak secara signifikan.

"Kami merasa resah dengan hal ini. Maka Forum Anak bersama Pemkot menghadirkan pemateri dari pemerhati anak, Komite Pemerhati Anak Malang Raya, dan UIN Malang, untuk melakukan edukasi tentang dampak pernikahan anak," katanya.

Ali menambahkan, tantangan utama dalam menekan praktik ini berasal dari faktor sosial dan budaya. Termasuk pemahaman orang tua yang masih memegang pandangan lama.

Menurutnya, masih ada keyakinan di masyarakat yang menganggap jika anak-anak sudah masuk usia baligh, maka harus segera menikah agar tidak melanggar etika agama. "Di sisi lain, ada juga yang menganggap menikah bisa memperbaiki kondisi ekonomi," jelasnya.

Namun, menurut Ali, pandangan seperti itu justru dapat melanggengkan siklus kemiskinan baru karena anak-anak belum matang secara emosional, sosial, maupun ekonomi. Oleh karena itu, Pemkot Malang terus mendorong pendekatan edukatif, baik kepada remaja maupun kepada orang tua.

"Kami berupaya memberi kesadaran melalui Forum Anak sebagai teman sebaya bagi generasi muda, dan juga melalui Dinsos untuk memberi pemahaman kepada orang tua agar tidak menyegerakan pernikahan sebelum anak-anak siap," ucapnya.

Lebih lanjut, disinggung terkait target penanganan kasus ini, Ali menyampaikan harapan besar agar Kota Malang ke depan bisa terbebas dari praktik pernikahan anak.

"Target kami tentu bebas pernikahan anak, atau setidaknya hanya terjadi pada usia yang sudah matang. Karena selama ini, banyak pernikahan anak terjadi karena kehamilan duluan. Ini yang menjadi salah satu penyebab tingginya angka perceraian," jelasnya.

Sementara itu, Sekretaris Dinsos-P3AP2KB Kota Malang, Kenprabandari Aprilia, menekankan pentingnya inovasi dalam pendekatan sosialisasi. Ia mengakui, upaya sosialisasi konvensional yang dilakukan selama ini perlu diperbarui agar lebih tepat sasaran.

"Di Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2025 atau di (APBD) tahun 2026 nanti, kami akan mencoba metode yang lebih tepat. Sosialisasi saja tidak cukup, harus ada kolaborasi lintas lembaga supaya kegiatan ini bisa efektif," katanya.

Ia menambahkan, selama ini Dinsos telah melakukan berbagai program edukasi, namun ke depan akan digagas pendekatan yang lebih mengena bagi anak-anak dan keluarga.

"Mungkin bisa melalui metode yang lebih interaktif seperti nonton bareng (nobar) film yang bertema dampak pernikahan anak. Supaya mereka bisa merasakan dan memahami dari sisi emosional," ujarnya.

Reporter: Santi Wahyu/Co-Editor: Nei-Arifin BH

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.