
SIDOARJO (Lentera) -Di tengah isu efisiensi anggaran negara, sebuah borok lama yang tak kunjung sembuh kembali menjadi sorotan tajam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Proyek penanganan Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, yang telah menyedot triliunan rupiah dari kocek negara, kini dipertanyakan efektivitas dan transparansinya.
Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, secara lantang meminta atensi serius dari Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo dan jajaran Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) untuk mengusut tuntas "lubang hitam" anggaran ini.
Dalam Rapat Kerja bersama Menteri PU Dody Hanggodo pada Rabu, Lasarus menyoroti alokasi dana penanganan Lumpur Lapindo yang rata-rata mencapai ratusan miliar setiap tahunnya.
"Ini, Pak Menteri (PU) tolong diatensi. Dirjen SDA yang baru, tolong nih Pak Dwi ya. Lumpur Lapindo ini hampir lolos dari perhatian kita. Ini makan anggaran gede banget setiap tahun," tegas Lasarus.
Data yang diungkap Lasarus sungguh mencengangkan Tahun 2021 sebesar Rp 50,1 miliar, Tahun 2022: Rp 270 miliar, Tahun 2023: Rp 270 miliar, Tahun 2024: Rp 227 miliar, Tahun 2025: Rp 179 miliar, dan RAPBN Tahun 2026: Rp 169 miliar
"Coba kita hitung. Sudah berapa triliun duit habis untuk penanganannya saja. Agak aneh juga," kata Lasarus dengan nada heran.
Misteri Dana Sewa Pompa
Dugaan kuat Lasarus, sebagian besar biaya fantastis ini hanya digunakan untuk menyewa pompa guna mengalirkan lumpur ke laut.
Meskipun tidak mempermasalahkan jika hal itu demi keselamatan masyarakat, ia mempertanyakan efisiensi dan keberlanjutan solusi tersebut.
"Kenapa enggak kita bikin aja saluran gede-gede biar lumpur ngalir? Itu Freeport, gunung aja bisa kita runtuhkan. Masa bikin saluran ini aja enggak bisa, harus setiap tahun dianggarkan, logika saya gitu," ujarnya, membandingkan dengan proyek-proyek raksasa lain yang bisa diselesaikan.
Ini menunjukkan adanya keraguan serius terhadap pendekatan yang selama ini diambil, yang terkesan "membuang-buang anggaran" tanpa solusi jangka panjang.
Ironisnya, di satu sisi anggaran penanganan terus mengalir deras, namun di sisi lain kewajiban pembayaran kepada masyarakat terdampak Lumpur Lapindo masih belum tuntas.
"Tapi yang ada proyeknya gede-gede setiap tahun. Coba ini digunakan untuk ganti hak masyarakat yang dirugikan akibat Lumpur Lapindo," imbuh Lasarus, mengutip Kompas, Kamis (10/7/2025).
Ancaman Panja dan Audit Besar-besaran
Melihat kejanggalan ini, Komisi V DPR RI tak akan tinggal diam. Lasarus mengajak Menteri PU untuk turun langsung melihat dan memeriksa penanganan Lumpur Lapindo.
Jika ditemukan indikasi pelanggaran atau penyelewengan, Komisi V DPR RI tidak akan ragu untuk membentuk Panitia Kerja (Panja).
"Dan kami akan minta BPK, BPKP, mengaudit dengan tujuan tertentu. Supaya nanti Bapak (Menteri PU) mengantisipasi nih permintaan anggaran tahun ke depan," pungkas Lasarus(*)
Editor: Arifin BH