08 June 2025

Get In Touch

Mau Dibunuh, Kehilangan Jejak

M. Nasaruddin Ismail si Terminal Muara Sabak, Jambi, awal 2025.
M. Nasaruddin Ismail si Terminal Muara Sabak, Jambi, awal 2025.

Awal Juni 2025 ini. Merupakan hari-hari terakhir masa pengabdianku. Di PT Betjik Djojo Group. Yang saya lakoni sejak 11 tahun silam.

Di hujung pengabdian, mengingatkan kisah lamaku yang betul-betul membuat bulu roma berdiri dan mengerikan.

Ceritanya, suatu malam, mobilku meluncur ke arah barat di Jalan Kapasan 49, Surabaya.

Seorang laki-laki bertubuh gempal dan kekar membuntutiku dari belakang dengan sepeda motor. Dia sudah menanti kepulanganku di malam itu.

Sebilah celurit diselipkan di balik bajunya, sehingga tak kelihatan dari luar. Namanya Pak Wawan, sopir gudang Kalianak yang paling disegani.

Cerita ini bukan saya karang, tapi dari pengakuan Pak Wawan, itu sendiri. Beberapa bulan sebelum jatuh sakit dan meninggal.

Wawan yang berdarah Madura ini, sejak muda suka berkelahi, suka pukul orang, pun bacok lawannya.

Katanya,  dia Ingin membunuhku. Alasannya, sakit hati, karena banyak teman-temannya yang dipecat dari perusahaan karena dinilai nakal. Hasil temuanku, di Kalianak, sebuah gudang milik Betjik Djojo yang dulu pengemudinya dikenal nakal.

Mobilku Pajero, warna silver, sehingga dari kejauhan pun bisa kelihatan, meluncur ke arah barat. Saat itu jarum jam menunjukkan sekitat pukul 20.00 WIB lebih.

Saya memang biasa pulang melam untuk menghindari kemacetan Jalan Kapasan. Selain itu juga untuk memantau legiatan di gudang dan mobil yang jadi tanggung jawabku, sebagai manager Monitoring di perusahaan milik keluarga ini.

Kata Wawan, yang mengaku sering keluar masuk Madaeng dikala mudanya itu, setelah mobil Pajero menginjak aspal, dia pun sudah siap untuk mengejar.

Tapi beda pada malam itu. Di belakang mobilku ada mobil lain. Sehingga saat dia mengejar, justeru kehilangan jejak. "Saya kejar Pak Nas di belakang. Eh ...  kehilangan jejak," ceritanya, sembari meminta maaf atas ulahnya itu.

Saya pun merangkulnya. Sambil guyon, "Allah itu melindungi hambanya yang baik". Dia pun berkali-kali menyalami saya sembari minta maaf.

Tidak ada tanda kalau dia akan jatuh sakit dan umurnya pendek. Bahkan saat bertemu di Gudang Margomulyo. Iya minta untuk gabung lagi di Betjik.
Alasannya, belakangan dia sering adu jago. "Setelah saya tidak kumpul Pak Nas. Saya sering adu ayam. Sering dikejar - kejar polisi," tuturnya.

Lhoh ... apa kaitannya dengan saya ? "Tidak ada yang memasehati lagi," paparnya.

Dia pernah cerita, di masa mudanya pernah lama penghuni pondok. Saya pun menimpali, lama di pondok, kok tidak shalat.

Sambil senyum dia katakan. Bukan pondok pesantren. Melainkan di Madaeng, tempat tahanan, orang-orang melanggar hukum.
Bagi saya, ancaman seperti di atas tak hanya sekali atau dua kali. Sesuai tugas untuk pe ngawasan eksternal. Ancaman di bunuh sudah biasa dialami. Yang kadang- kadang takut. Tapi demi pekerjaan, saya abaikan. (*)

Penulis: M. Nasaruddin Ismail, wartawan senior tinggal di Surabaya|Editor: Lutfiyu Handi

Share:

Punya insight tentang peristiwa terkini?

Jadikan tulisan Anda inspirasi untuk yang lain!
Klik disini untuk memulai!

Mulai Menulis
Mati Sebelum Haji
Previous News
Mati Sebelum Haji
Lentera.co.
Lentera.co.