
MALANG (Lentera) - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang menyoroti besarnya potensi pajak dari usaha kos-kosan, yang tak lagi bisa dipungut. Hal ini terjadi sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Kos-kosan di Kota Malang ini kan sudah tidak ada retribusinya. Pajak kos-kosan itu sudah tidak ada di Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) kita. Artinya, walaupun orang punya kos-kosan dengan kamar 40, 100, 200, itu gak ada pajaknya," ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, Rabu (4/6/2025).
Arif menjelaskan, UU Nomor 1 Tahun 2022 resmi berlaku pada Januari 2024 lalu. Artinya, sudah satu tahun lebih Pemkot Malang menghapus usaha kos-kosan dari salah satu objek pajak daerah.
"Dulu, kos-kosan dengan lebih dari 10 kamar sudah kena pajak. Tapi sekarang sudah tidak bisa lagi dikenakan pajak karena aturan pusat memang tidak boleh. Cantolan hukumnya di pusat tidak ada, sehingga di Perda PDRD kita juga tidak bisa dimasukkan," lanjutnya.
Namun demikian, Pemkot Malang tetap melihat potensi besar dari sektor tersebut sebagai sumber pendapatan daerah. Arif mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir, tren pembangunan kos-kosan di Kota Malang semakin masif, dengan fasilitas yang tak kalah dari hotel.
"Kemarin sudah kami sampaikan waktu hearing dengan DPRD, Kota Malang ini kecenderungannya banyak kos-kosan. Kami minta bisa dikaji ulang karena ini potensi sebenarnya," katanya.
Meski mengakui potensi besar, Arif menegaskan Pemkot Malang tetap akan patuh pada regulasi pusat. Pihaknya akan terus memantau kemungkinan perubahan aturan di tingkat nasional. Yang memungkinkan daerah kembali mengenakan pajak terhadap usaha kos-kosan.
"Ini juga kami bahas saat di APEKSI Surabaya kemarin. Mungkin di kota lain di luar Jawa, kos-kosan tidak banyak. Tetapi di Kota Malang ini kan kota pendidikan, banyak mahasiswa luar kota di sini. Padahal ini potensi," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, Handi Priyanto, membenarkan sejak pajak kos-kosan di Kota Malang tidak lagi dipungut sebagai pendapatan daerah. Hal tersebut telah memberikan dampak hilangnya salah satu objek pajak di PAD Kota Malang, yakni sekitar Rp8 miliar.
"Kurang lebih Rp8 miliar, ya. Kalau dulu kan di atas 10 kamar itu dia kena pajak, masuknya di kategori pajak hotel," katanya.
Saat disinggung terkait kemungkinan menaikkan tarif PBB secara khusus untuk bisnis kos-kosan. Handi menegaskan hal tersebut cukup sulit untuk dilakukan. "Susah. Hari ini dia dibikin kos-kosan. Tahun depan tutup, gimana?. Kan gitu. Tetapi memang yang paling banyak terdampak karena adanya UU itu, Kota Malang dan Jogja," tutupnya.
Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH