
MALANG (Lenteratoday) - Pj Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, menggelar audiensi dengan para sopir angkutan kota (angkot) di Terminal Arjosari, Selasa (9/7/2024). Audiensi ini merupakan bagian dari sosialisasi rencana penerapan skema Buy The Service (BTS) dalam upaya meningkatkan kualitas angkutan umum di kota tersebut.
Wahyu juga mengatakan, pertemuan tersebut sekaligus bertujuan untuk membahas permasalahan transportasi publik di Kota Malang. "Kami ingin agar permasalahan angkutan umum yang ada di Kota Malang ini dapat diselesaikan, mengingat transportasi publik di kota ini semakin menurun," ujarnya.
Wahyu menjelaskan, skema BTS dianggap sebagai solusi yang efektif dalam mengatasi masalah tersebut. Disebutkannya, konsep ini telah diterapkan di beberapa daerah dan terbukti berhasil. "Kami sudah cek sendiri ke daerah yang sudah menerapkan BTS dan memang sangat efektif sekali. Maka kita akan mencoba skema BTS ini diterapkan di Kota Malang," katanya.
Menurut Wahyu, rencana penerapan BTS akan difokuskan pada rute-rute menuju tempat-tempat umum seperti mal, pasar, tempat kerja, pariwisata, dan kampus.
Sistem angkutan, sambungnya, juga akan dibuat senyaman mungkin dengan fasilitas seperti AC, wifi, dan sopir yang sopan serta tepat waktu. "Kami sudah mendapat dukungan dari Kemenhub dan diminta untuk membuat kajian, termasuk masukan dari sopir angkot melalui konsultasi publik," jelas Wahyu.
Wahyu juga menekankan pentingnya kajian tersebut untuk meminimalisir keluhan para sopir angkot dan menghindari gesekan dengan pengemudi ojek online.
Dengan target selesainya kajian pada September 2024 mendatang, Wahyu menekankan, Pemkot Malang akan membawa hasil kajian tersebut ke Kemenhub untuk mengharapkan bantuan dari APBN yang akan diimbangi dengan APBD. "Sekarang masih kajian. Insyaallah September 2024 kajiannya selesai," tukasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang, Widjaja Saleh Putra, menambahkan penerapan skema BTS memerlukan biaya yang tidak sedikit. Berdasarkan studi bandung yang telah dilakukan di Solo dan Palembang, dengan jumlah unit kendaraan sekitar 25 unit. Jaya menyebut per bulannya membutuhkan biaya sekitar Rp 900 juta sampai Rp 1 miliar.
"Itu sudah termasuk pembiayaan operasional, BBM, perawatan kalau ada kerusakan, kemudian membiayai sopir yang sehari bisa 1-3 orang. Tidak sedikit memang," tambah Jaya.
Namun, Jaya menekankan, dampak positif dari penerapan BTS sangat besar, termasuk pengurangan polusi kendaraan, penurunan volume kendaraan, dan pengurangan kemacetan. "Ini yang utama, mengubah perilaku masyarakat untuk senang menggunakan angkutan publik," jelasnya. (*)
Reporter: Santi Wahyu | Editor : Lutfiyu Handi