
Jakarta - Per 1 Januari 2020 iuran program Jaminan KesehatanNasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)Kesehatan resmi menaikkan iuran sebesar 100%. Jika peserta masih nunggak, akan adadenda mengintai hingga Rp 30 juta.
"Untuk (kelas) mandiri akan berlaku di 1 Januari 2020,dengan penyesuaian sebagaimana dalam Perpres dimaksud. Kelas I dari Rp 80.000menjadi Rp 160.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, dan kelas IIIdari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000," ujar Kepala Humas BPJS Kesehatan M.Iqbal Ana Ma'ruf, Rabu (30/10).
Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres)Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang JaminanKesehatan yang diteken Presiden Jokowi pada Kamis (24/10) lalu.
Dikonfirmasi mengenai sanksi, saat ini belum ada aturan baruterkait denda penunggakan iuran BPJS Kesehatan. "Kalau dia menunggak selamaini belum ada perubahan, kan masih digodok," ujarnya.
Sementara, terkait denda program JKN sendiri masih diatur dalamPerpres Nomor 82 Tahun 2018. Dalam aturan itu status peserta bisa dinonaktifkanjika tidak melakukan pembayaran iuran bulanan sampai dengan akhir bulan.
Nah, denda yang patut diwaspadai adalah denda layanan.Misalnya, peserta sudah menggunakan kartunya untuk berobat, kemudian tidak lagimelakukan pembayaran, maka denda layanan akan terus bergulir.
Hitungan denda layanan adalah sebesar 2,5% dari biaya pelayananrumah sakit yang telah digunakan, kemudian dikalikan jumlah masa tunggakan yangtelah berjalan. Meski dendanya terus bergulir, namun ditetapkan besaran maksimalnyasampai Rp 30 juta.
"Jadi, Rp 30 juta itu maksimal, tidak bisa lebih lagi.Misalnya, denda pelayanan 2,5% dikalikan 10 bulan tunggakan dikali pelayanan misalnyasakit tipes Rp 3 juta. Plus juga iuran tertunggak, itu harus dibayar juga karenakewajiban," terangnya.
Tunggakan peserta selama ini menambah beban BPJS Kesehatan selakupelaksanaan program JKN. BPJS Kesehatan harus menanggungkewajiban terhadap rumahsakit yang kemudian menambah jumlah defisit.
Untuk diketahui, kenaikan iuran itu berlaku bagi Peserta BukanPenerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja. Adapun aturan tersebut tertuangdalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas PeraturanPresiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. "Untuk meningkatkankualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan perlu dilakukan penyesuaianbeberapa ketentuan dalam Peraturan presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang JaminanKesehatan," ujar Jokowi dalam Perpres No.75 Tahun 2019.
Kemudian, penjelasan mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar100 persen terangkum dalam Pasal 34 Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Tarif kenaikandalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa besar iuran yang harus dibayarkan sebesarRp 42.000 per bulan untuk kelas III, sebesar Rp 110.000 per bulan untuk kelasII, dan sebesar Rp 160.000 per bulan untuk kelas I. Sementara itu, menyampaikanbahwa kenaikan iuran tersebut akan berlaku mulai 1 Januari 2020.
Iqbal menambahkan, kenaikan iuran juga berlaku bagi PenerimaBantuan Iuran (PBI) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan AnggaranPendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, untuk golongan PBI ini yangawalnya dikenakan tariff iuran sebesar Rp23 .000 per bulan menjadi Rp42.000 per bulannya yang dibayarkan oleh pemerintah. Aturan untukPBI ini mulai berlaku sejak 1 Agustus 2019.
"PBI (APBD dan APBN) berlaku per 1 Agustus 2019. KhususPBI (APBD) periode Agustus-Desember 2019 ditanggung oleh Pemerintah Pusat untukselisih Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 atau Rp 19.000," ujar Iqbal.
Sebelumnya, rencana kenaikan iuran pun disetujui oleh pihakBPJS Kesehatan usulan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Agustus 2019. SriMulyani mengungkapkan bahwa usulan kenaikan tersebut demi menutup deficit keuanganyang ada. Di sisi lain, Iqbal juga pernah menyebutkan bahwa pangkal permasalahankeuangan di tubuh BPJS Kesehatan adalah karena adanya ketidaksesuaian antara jumlahpembayaran pengguna dan uang yang dikeluarkan BPJS Kesehatan.
Iuran BPJS Kesehatan untuk PPU pemerintah memang ikut naik.Tapi di Perpres tersebut, Jokowi juga menaikkan porsi bantuan dari anggaran Negarauntuk membayar iuran bagi pejabat pemerintah, pimpinan dan anggota DPRD, PNS,prajurit TNI, anggota Polri, serta kepala desa dan perangkat desa.
Besarnya iuran BPJS Kesehatan untuk mereka yakni 5 persen darigaji. Dari persentase sebesar itu, 4 persen dibayarkan negara. Sisanya 1 persendipotong dari gaji yang bersangkutan."4 persendi bayar oleh pemberi kerja(pemerintah), 1 persen dibayar oleh peserta," demikian dinyatakan dalam pasal30 ayat 2 point a dan b Perpres tersebut.
Perpres Nomor 75 Tahun 2019 ini juga menaikkan batas maksimalnilai gaji, yang menjadi dasar penghitungan iuran BPJS Kesehatan. Yakni semuladi Perpres 82 Tahun 2018 maksimal sebesar Rp 8 juta, menjadi maksimal Rp 12juta di Perpres yang baru.
Artinya, bantuan iuran BPJS Kesehatan terbesar yang dibayar Negarauntuk PPU pemerintah, naik dari semula Rp 240 ribu per orang per bulan,menjadiRp 480 ribu per orang per bulan.(ist)