
KARAWANG (Lenteratoday) - Sebanyak 78.000 hektar tambak udang di sepanjang Pantai Utara Jawa (Pantura), mulai Serang, Banten dampai Banyuwangi, Jawa Timur tidak terpakai alias nganggur.
Hal ini diungkapkan Presiden Joko Widodo jika ada sekitar 78.000 hektar tambak udang yang tidak terpakai atau idle, di sepanjang Pantura Jawa, mulai dari Serang, Banten sampai ke Banyuwangi, Jawa Timur.
Informasi ini diperoleh dari Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono saat meresmikan Modeling Kawasan Tambak Budi Daya Ikan Nila Salin di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budi Daya (BLUPPB), Karawang, Jawa Barat, Rabu(8/5/2024).
"Tadi disampaikan Pak Menteri Kelautan dan Perikanan kepada saya, mengenai tambak udang di Pantura yang telah lama kosong, idle tidak ada kegiatannya di sana. Ada 78.000 hektar sepanjang dari Serang sampai Banyuwangi, dari Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur," kata Jokowi.
Orang nomor satu di Republik Indonesia ini menyebutkan setelah dihitung-hitung, alih fungsi tambak udang menjadi budi daya lain yang bernilai ekonomi seperti tambak nila salin memakan biaya hingga Rp 13 triliun.
Menurutnya nilai itu bukan angka yang besar, karena akan mampu menyerap banyak tenaga kerja. Jokowi menyebutkan nilai pasar komoditas nila salin mencapai 14,46 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 230 triliun pada tahun 2024 dan dapat meningkat hingga 23,02 miliar dollar AS pada 10 tahun mendatang.
"Saya bilang kalau Rp 13 triliun dari Banten sampai ke Jawa Timur, dari Serang sampai ke Banyuwangi semuanya bisa dikerjakan. Saya kira akan mengangkut tenaga kerja yang sangat gede sekali, membuka lapangan kerja yang sangat besar sekali," ujar Jokowi dirilis Kompas.
Namun, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengingatkan bahwa pengembangan tambak memerlukan percontohan kecil terlebih dahulu.
"Jangan langsung membuat yang gede, saya setuju bahwa dibuat model dulu, ada modelingnya dulu. Kalau modelingnya sudah benar, yang diinfokan ke saya dari yang biasanya 1 hektar (hasilnya) hanya 0,6 ton per hektar, menjadi 80-an ton per hektar," katanya.
Jika menjanjikan, Jokowi bakal menganggarkan program budi daya di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Ia pun akan meminta presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan menggantikannya, untuk menganggarkan program budi daya ikan nila salin.
"Kita lihat ini dulu dan kalau memang sangat feasible ini akan saya siapkan di APBN 2025, 2026, dan saya akan bisikin kepada pemerintahan baru, oleh presiden terpilih, agar mimpi besar ini betul-betul bisa direalisasikan," jelasnya.
Modeling budi daya ikan nila salin merupakan terobosan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono yang dibangun sejak 2023 dengan lahan seluas 80 hektar. Kawasan tambak di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budi Daya (BLUPPB) Karawang itu terbagi dalam empat kawasan, yakni tambak blok A, B, C dan D.
Lahan tersebut awalnya merupakan tambak udang yang dibangun oleh Presiden Soeharto sejak 1984, dengan nama Proyek Pandu Tambak Inti Rakyat. Sayangnya, tambak udang itu berhenti beroperasi pada 1998. Sejak program tidak berjalan, lahan tambak udang tersebut terkontaminasi.
Hal ini membuatnya menjadi aset negara tanpa fungsi selama puluhan tahun. Budidaya ikan nila salin yang dibangun dengan biaya mencapai Rp 76 miliar itu, kini dikelola oleh BLUPPB.
Di lokasi tersebut ada kolam produksi, Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), inlet outlet, tandon, hingga laboratorium. Proses produksinya juga sudah mengedepankan teknologi terkini, salah satunya penggunaan mesin pakan otomatis.
Produktivitas modeling diharapkan bisa mencapai sekitar 7.020 ton per siklus atau senilai Rp 210,6 miliar, dengan asumsi harga jual ikan nila salin Rp 30.000 per kg. Dari asumsi hitungan ekonomi dengan harga pokok produksi Rp 24.500 per kg, modeling akan menghasilkan keuntungan sekitar Rp 38,6 miliar.
Editor:Ais