20 April 2025

Get In Touch

INDEF: Anggaran Bansos Makin Besar, Kemiskinan Hanya Turun 2,3%

Diskusi publik INDEF bertajuk ”Tanggapan Atas Debat Kelima Pilpres
Diskusi publik INDEF bertajuk ”Tanggapan Atas Debat Kelima Pilpres" di Jakarta, Senin (5/2/2024). (ist)

JAKARTA (Lenteratoday)- Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut anggaran bantuan sosial (bansos) dari tahun ke tahun terus bertambah. Namun di sisi lain, persentase kemiskinan hanya turun sebesar 2,3% sejak tahun 2010.

Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti menilai bansos tersebut tidak efektif karena persentase kemiskinan tidak turun secara signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, angka kemiskinan hanya mencapai 25,9%. Sedangkan pada tahun 2022, hanya mencapai 26,36%.

"Jadi, bansos ini menurut saya tidak efektif, kenapa? selama dua belas tahun, angka kemiskinan turun 2,3% dari 2010 sampai dengan 2023," kata Esther dalam diskusi publik "Tanggapan Atas Debat Kelima Pilpres" di Hotel Manhattan, Kuningan, Jakarta Pusat, Senin (5/4/2024).

Penurunan tersebut dinilai tidak sejalan dengan anggaran bansos yang semakin meningkat menjelang pemilu. Misalnya, pada tahun 2009 sebesar Rp 17,7 triliun, tahun 2019 sebesar Rp 194,76 triliun, dan tahun 2024 sebesar Rp 496 triliun.

Dengan anggaran yang semakin besar, hal ini berarti semakin banyak penerima bansos. Meski begitu, dia bilang tidak berpengaruh kepada angka kemiskinan."Kalau kita lihat bansos ini kan tahun pemilu biasanya relatif lebih tinggi. Pada tahun 2009 cuma Rp 17 triliun, jadi Rp 78 triliun, tahun 2019 194 triliun. Nah pada tahun 2024 kenaikannya sangat tajam Rp 496 triliun. Jadi, dua setengah kali lipat. Bahwa bansos itu yg menerima semakin banyak, angka kemiskinan hanya turun 2%, nah ini patut dipertanyakan intervensi negara untuk pengurangan kemiskinan di mana?" jelasnya.

Lebih lanjut, Esther menyimpulkan kebijakan bansos ini bukanlah solusi jangka panjang. Menurutnya, kebijakan tersebut hanyalah kebijakan populis untuk meraih banyak suara.

Dia pun membandingkan kebijakan bansos di luar negeri. Alih-alih dibagikan yang menimbulkan kerumunan, bansos tersebut ditransfer. Adapun besarannya sesuai dengan biaya kehidupan sehari-hari atau living cost.

"Saya kesimpulan bansos ini bukan solusi jangka panjang, ini kebijakan populis get more voter. Dibandingkan ke negara lain harusnya sistematis jadi besarnya tidak hanya Rp 250 ribu, besarnya sesuai dengan living cost di daerah tersebut, setara UMR," jelasnya.

Reporter:dya,rls|Editor:widyawati

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.