21 April 2025

Get In Touch

Marka dan Bangunan Kota Surabaya akan Pakai Aksara Jawa, Eri: Jangan Lupa Sejarah

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi.

SURABAYA (Lenteratoday) - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi akan mulai mencantumkan Aksara Jawa pada setiap marka dan bangunan di Kota Surabaya. Hal tersebut disampaikannya saat ditemui di Gedung DPRD Kota Surabaya, Senin (11/9/2023), usai mendapatkan usulan dari Nanang Purwono, Ketua Komunitas Begandring Soerabaia.

"Kantor Pusat Pemerintahan Kota Surabaya, terus juga Insya Allah tulisan Kantor Dinas, maka akan kita berikan Aksara Jawa. Kita akan mulai seperti itu. Termasuk nanti pintu-pintu dan gerbang masuk Balai Kota. Jadi nanti Insya Allah, di ruangan-ruangan yang ada di Balai Kota juga kita tuliskan Aksara Jawa. Mengembalikan hari aksara. Kita harus mengingat, ya. Jangan lupa sejarah," ungkapnya. Diketahui, setiap tahunnya pada 8 September diperingati sebagai Hari Aksara Internasional.

Nanang Purwono saat ditemui di hari yang sama mengatakan, aksara Jawa merupakan tentang budaya sekaligus jati diri. Ia khawatir semakin lama, bahasa sejarah menjadi Bahasa Asing bagi warga. Dia mencontohkan, jika dibandingkan dengan Jepang, aksara kanji tetap bertumbuh dengan semakin modernnya zaman. Namun nasib Askara Jawa sebaliknya, semakin hilang.

"Oleh karena itu kemudian kita mencoba untuk memperkenalkan terkait produk masyarakat kita agar kita ini nggak lepas dari jati diri kita sendiri," ungkap Nanang.

Menurutnya, masyarakat saat ini tanpa sengaja telah terkontaminasi oleh tradisi dan kultur orang-orang asing. Contohnya saat masuk ke Surabaya, kearifan lokalnya bak menghilang. Mulai dari makanan, benda-benda, ataupun pemikiran. Secara fisik memang masih Surabaya. Tapi pikiran orang-orangnya tidak lagi Surabaya, melainkan pikiran ala Jerman, pikiran ala Jepang, ataupun pikiran ala Eropa.

"Oleh karena itu Aksara Jawa adalah benda, sesuatu yang bersifat sangat luhur sekali. Tanpa kita mengenal Aksara Jawa, kita nggak bisa mengenal apa itu tulisan-tulisan prasasti, kitab-kitab yang mereka punya banyak sekali nilai-nilai yang perlu kita apresiasi dan kita pelajari," lanjutnya.

Menyoroti soal daerah yang telah lama menyantumkan Aksara Jawa di setiap sudutnya yaitu Yogyakarta dan Solo, Nanang menegaskan bahwa ini bukan sebuah bentuk "meniru". Ia bercerita, bahwa dahulu Aksara Jawa di Surabaya itu sama dengan di Yogyakarya. Buktinya ada dalam kitab-kitab, plat-plat prasasti, marka, yang ditulis dalam 3 bahasa, yaitu Bahasa Belanda, Bahasa Melayu, dan Bahasa Jawa.

"Tapi kenapa kemudian Bahasa Jawa hilang? yang ada masih Bahasa Melayu? ini kan kekhawatiran kita. Ya karena mungkin kita berpandang selama ini, mengapa kita belajar Bahasa Jawa? untuk apa Bahasa Jawa? yang dipikir adalah belajar Bahasa Inggris, karena untuk pekerjaan. Nah kita mempertahankan itu untuk menjaga, untuk bisa membaca, untuk bisa mengetahui apa yang dipikirkan nenek moyang. Tanpa ada itu kita nggak kenal, acuh dengan siapa mereka," ungkapnya.

Oleh karena itu kemudian ia mengusulkan kepada Wali Kota Surabaya, dan usulan tersebut telah direspon. Ia berharap, usulan ini bisa menjadikan warga Surabaya kembali ke jati dirinya.(*)

Reporter : Jannatul Firdaus|Editor:widyawati

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.