21 April 2025

Get In Touch

Mitigasi Kekerasan Berbasis Gender, Sutiaji Ajak Seluruh Elemen Perkuat Pemahaman Kesetaraan

Mitigasi Kekerasan Berbasis Gender, Sutiaji Ajak Seluruh Elemen Perkuat Pemahaman Kesetaraan

MALANG (Lenteratoday) – Mitigasi resiko kekerasan berbasis gender, Walikota Malang tekankan kepada OPD, TNI/POLRI, dan tokoh masyarakat untuk perkuat literasi dan informasi terkait kesetaraan gender kepada masyarakat kota Malang.

“Kita harus perkuat edukasi dan literasi, jalin komunikasi dan pantau rutin dinamika masyarakat bersama OPD, TNI/POLRI, dan Tomas (tokoh masyarakat). Libatkan organisasi masyarakat , komunitas dan perguruan tinggi untuk memberi pemahaman kepada warga terkait dengan kesetaraan gender,” tegas Sutijai, selaku Walikota Malang ditemui ketika memberi sambutan pada acara Sosialisasi Resiko Kekerasan Berbasis Gender Perlindungan, Senin (26/9/2022).

Masih adanya stigma mengenai kedudukan perempuan yang dinilai lebih rendah di bawah laki-laki, maka dipertegas oleh Sutiaji bahwa saat ini juga harus ada aksi untuk menyetarakan gender.

“Gendernya disetarakan, bukan berarti sama. Yang namanya setara itu berada dalam satu kedudukan. Karena memang secara fitrah laki-laki memiliki kekuatan yang lebih dibanding dengan perempuan. Pemahaman masyarakat ini harus disasar agar tidak terjadi kekerasan baik secara verbal maupun fisik yakni seksual misalnya,” ujarnya.

Ia menilai bahwa penyetaraan gender harus seimbang. Sebab imbuhnya, laki-laki tidak boleh semena-mena kepada kaum perempuan, pun juga sebaliknya.

“Laki tidak boleh semena mena, perempuan jika sudah diakui kesetaraannya, juga tidak dibolehkan berlaku mentang-mentang ke laki-laki. Kesetaraan ini diniatkan untuk menjaga kondusifitas. Kalau pemahaman kesetaraan ini lalai, maka akan rawan terjadi perbuatan tidak baik dari kaum laki-laki kepada perempuan,” papar orang nomor 1 di Pemkot Malang tersebut.

Pada kenyatannya seperti disebutkan oleh Sutiaji bahwa, diakui atau tidak, ibu-ibu sebagai kaum perempuan yang memiliki tingkat literasi rendah cenderung akan ketakutan untuk melapor apabila menjadi korban kekerasan dalam rumah tangganya. Maka, ditegaskannya bahwa perlunya peran masyarakat dan peran semua elemen untuk memberantas kekerasan dan mengedepankan kesetaraan.

“Jadi, melapor itu sesuatu yang sangat tabu bagi ibu-ibu karena tidak ada keberanian. Takut mereka, takut disalahkan, takut tidak diberi kesempatan, disepelekan,” tuturnya.

Meskipun kasus KDRT di wilayah Kota Malang dikatakan tidak banyak, Sutiaji tetap menghimbau kepada Dinas Sosial P3AP2KB (Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana) agar dapat menguatkan kelompok kerja (pokja) di masing-masing RW.

“Yang namanya pelaporan KDRT itu harus ditangani, kadang yang namanya saksi juga takut melapor karena takut jiwanya terancam. Ini harus kita kuatkan di pokja di masing-masing RW. Dulu sudah ada yang namanya pojok curhat per RW nya, ini mau kita galakan lagi. Sifatnya harus lebih merangkul kepada pelapor dan korban,” pungkasnya.

Reporter: Santi Wahyu | Editor : Endang Pergiwati

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.