08 April 2025

Get In Touch

Polemik Rencana Kedatangan Putin ke G20 di Bali, Ini Pro Kontra Komisi I DPR RI

Presiden Rusia Vladimir Putin.
Presiden Rusia Vladimir Putin.

JAKARTA (Lenteratoday) – Perang Rusia – Ukraina membawa dampak yang cukup pelik bagi Indonesia. Tidak hanya soal minyak dunia, namun juga rencana kedatangan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam forum KTT G20 di Bali membuat Indonesia seolah dalam posisi terjepit antar sejumlah kepentingan.  Sejumlah anggota Komisi I DPR RI bahkan dinilai situasi tersebut menjadi buah simalakama bagi Indonesia.

Rencana kedatangan Putin ke KTT G20 di Bali awalnya disampaikan Duta Besar Rusia di Jakarta, Lyudmila Georgievna Vorobieva. Dia menyebut Putin ingin datang ke KTT G20 meski ada desakan sejumlah negara untuk mengeluarkan Rusia dari G20 sebagai respons atas invasi Rusia ke Ukraina.

"Tidak hanya G20, banyak organisasi berusaha untuk mengusir Rusia. Reaksi Barat benar-benar tidak proporsional," kata duta besar Vorobieva dalam konferensi pers pada hari Rabu dikutip dari Reuters, Rabu (23/3).

Belakangan, Kementerian Luar Negeri Indonesia pun sudah buka suara terkait kehadiran Putin di G20 Bali. Duta Besar RI sekaligus Stafsus Program Prioritas Kemlu dan Co-Sherpa G20 Indonesia Triansyah Djani menyebut Indonesia mengambil sikap akan tetap mengundang semua negara ke G20.

"Sebagai presidensi, tentunya dan sesuai dengan presidensi-presidensi sebelumnya adalah untuk mengundang semua anggota G20, bahwa diplomasi Indonesia selalu didasarkan pada prinsip-prinsip, based on principal," kata Triansyah, Kamis (24/3).

Langkah Kemlu ini ternyata disorot sekaligus didukung beberapa anggota Komisi I DPR RI. Di antaranya, anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP TB Hasanuddin menyebutkan harusnya Kemlu tidak mengambil keputusan sepihak untuk mengundang semua negara, termasuk Putin.

"Menurut hemat saya, persoalan Rusia diundang atau tidak diundang ke G20 itu harus dibicarakan dulu oleh para anggota G20 melalui mekanisme internal yang disepakati," kata TB Hasanuddin.

TB Hasanuddin menyebut Indonesia tidak bisa mengambil keputusan secara sepihak meski menjadi tuan rumah. Menurutnya, G20 merupakan organisasi yang bersifat kolektif.

"Indonesia memang tuan rumah G20 tahun 2022, tapi kan tidak mungkin mengambil keputusan sepihak karena G20 itu organisasi yang bersifat kolektif dan kebersamaan," ucapnya.

"Diundang atau tak diundang akan ada dampak, tapi keputusan ada di tangan anggota," ujarnya.

Berbeda pendapat, anggota Komisi I DPR Fraksi Golkar Dave Laksono justru meminta Indonesia tidak takut atas tekanan Barat. Kehadiran Putin di G20, kata dia, justru bisa menjadi kesempatan untuk saling berunding terkait situasi yang terjadi di Ukraina.

"Justru dengan kehadiran Putin malah membuat kesempatan kepada para pemimpin dunia tersebut untuk berunding," kata Dave.

Ketua DPP Golkar itu menyebut semua negara yang terlibat dalam forum internasional G20 memiliki posisi yang sejajar. Menurutnya, forum tersebut tak bisa digunakan untuk menimbulkan permusuhan sesama anggota.

"G20 adalah sebuah persatuan negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi yang maju di dunia. Semua adalah sejajar dan tidak bisa forum ini digunakan untuk membuat permusuhan dengan sesama anggota. Jadi jangan kita takut dan mau ditekan oleh negara-negara Barat yang memusuhi Putin sejak awal," ujarnya.

"Kita harus bisa proaktif meyakinkan semua anggota bahwa ini forum ekonomi, bukan forum politik," lanjutnya.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Rizki Natakusumah juga buka suara terkait kehadiran Putin di G20. Dia mewanti-wanti pemerintah RI jangan nekat mengundang Putin.

"Jika ada sedikit saja keraguan dari pihak pemerintah untuk menjadi wasit yang layak, maka jangan nekat menghadirkan Presiden Rusia ke Indonesia. Salah-salah sedikit muka Indonesia bisa terinjak-injak di hadapan pimpinan dunia," kata Rizki Natakusumah

Rizki menilai pemerintah RI belum menentukan sikap yang tegas terhadap konflik militer Rusia dan Ukraina. Dia mendorong pemerintah RI dapat mengelola terpaan pro dan kontra dari sejumlah negara terkait kehadiran Putin di forum tersebut.

"Mengingat pemerintah Indonesia sendiri tidak menentukan sikap yang tegas terhadap invasi Rusia ke Ukraina, maka pertanyaan sekarang adalah bagaimana pemerintah Indonesia bisa mengelola pro dan kontra kehadiran Presiden Rusia ke pertemuan G20 Summit," ujarnya.

"Apakah penyelenggara mampu memainkan peranan nyata untuk menetralisir hal ini di panggung politik dunia tertinggi kelak?" sambungnya.

Anggota Komisi I DPR Fraksi PKS Sukamta menyebut persoalan hadir tidaknya Putin di G20 menjadi ujian besar bagi Indonesia. Dia menyebut ini ujian bagi Indonesia untuk tetap menjaga soliditas antarnegara.

"G20 belum pernah mendapatkan tantangan sebesar sekarang ini. Ini ujian bagi G20 sekaligus kepemimpinannya, bagaimana agar G20 tetap solid," kata Sukamta saat dihubungi

Sukamta menuturkan kehadiran seluruh pemimpin dunia dalam forum tersebut dapat menjadi wadah mencari solusi terkait konflik militer Rusia dan Ukraina. Selain itu, kata dia, KTT G20 dapat mengokohkan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.

"Kalau seluruh kepala negara anggota bisa hadir akan menjadi kesempatan mencari solusi dan mengokohkan politik luar negeri Indonesia yang bebas namun tetap aktif," katanya.

"Yakni bebas tidak berpihak pada negara-negara atau blok besar namun tetap aktif mencari solusi bagi masalah masalah besar yang dihadapi bangsa-bangsa," ujarnya.

Sementara itu, legislator PKB menyebut pemerintah Indonesia harus menyusun strategi terkait hadir atau tidaknya Putin di G20 Bali. Dia menyebut Indonesia harus bisa mengantisipasi ancaman tidak hadir dari negara-negara anggota G20 jika Putin diperbolehkan hadir.

"Pemerintah perlu menyusun strategi untuk menghadapi kemungkinan ancaman ketidakhadiran negara-negara yang sama wacanakan tuntutan agar Rusia tidak diundang. Ini penting sebagai langkah antisipatif," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKB, Helmy Faishal Zaini.

"Lebih jauh tentu dunia berharap bahwa meski G20 adalah merupakan forum ekonomi, akan tetapi diharapkan juga sekaligus sebagai proses pencairan hubungan Rusia dan Ukraina," lanjutnya.

Reporter : Ashar, ist | Editor : Endang Pergiwati

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.