06 May 2025

Get In Touch

Presiden : Jika Tidak Dimanfaatkan, SK Lahan Hutan Bisa Dicabut

Sebagian petani hutan yang menerima SK secara simbolis di Gedung Negara Grahadi, Kamis (3/2/2022).
Sebagian petani hutan yang menerima SK secara simbolis di Gedung Negara Grahadi, Kamis (3/2/2022).

SURABAYA (Lenteratoday) – Presiden RI, Joko Widodo, meminta masyarakat petani hutan yang menerima surat keputusan hutan sosial dan surat keputusan tanah objek reforma agraria (Tora) untuk memanfaatkan sebaik-baiknya. Bahkan, surat tersebut bisa saja dicabut jika tidak dimanfaatkan atau bahkan dipindah tangankan.

Peringatan ini disampaikan saat Penyerahan Surat Keputusan Hutan Sosial dan Surat Keputusan Tanah Objek Reforma Agraria (Tora) pada para petani hutan yang menerima di seluruh Indonesia, yang dilakukan secara daring, Kamis (3/2/2022).

“Setelah menerima SK ini, baik hutan sosial maupun Tora, dan hutan adat segera manfaatkan lahan yang ada sesegera mungkin. Jangan sudah diberikan kemudian tidak diapa-apakan. Tanami 50% dari lahan yang ada dengan pohon berkayu, 50% persen lagi ditamanami lainnya, mau jagung silahkan , mau ditanami kedelai silahkan, ditanami buah-buahan silahkan, ditanami kopi silahkan. Plus usaha ternak. Kalau hutan mangrove bisa perikanan diperbolehkan,” katanya.

Sekali lagi, Jokowi menegaskan bahwa dia menitipkan lahan yang sudah diberikan SK-nya supaya digunakan sebetulnya sebagai lahan produktif. Kemudian juga jangan sampai dipindah tangankan ke orang lain. “Begitu kita tahu, bisa dicabut SK-nya. Kita berikan itu intinya produktif jangan diterlantarkan,” tegasnya.

Bahkan, dia menyebutkan bahwa sebelumnya ada sekitar 3 juta hektar lahan yang SK-nya dicabut karena diterlantarkan sekitar 10 tahun lamanya.  Untuk itu, tegasnya, jangan sampai lahan hutan yang awalnya berfungsi sebagai hutan malah menjadi gundul.

Presiden juga menjanjikan, bagi penerima SK lahan Tora, jika dilakukan pengelolaan dengan baik dan menjadi lahan produktif, maka bisa dilakukan pengajuan untuk hak milik. Untuk pengajuan ini tinggal datang ke BPN guna proses lebih lanjut.

Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menyebutkan bahwa 59 kelompok petahu hutan yang menerika surat keputusan tersebut. Sebanyak 59 kelompok ini terdiri dari 26.000 kebih kepala keluarga dengan total luas lahan 35.000 hektar.

Khofifah juga merasa bersyukur, Lumajang menjadi daerah percontohan dalan pengelolaan lahan hutan. “Yang jadi percontohan adalah Lumajang dan kedua adalah Bangka Belitung, dan baru dua itu se-Indonesia,” katanya singkat.

Di tempat yang sama, Sekretaris Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Erma Resdiana, mengatakan bahwa, Jatim termasuk daerah yang paling besar mendapatkan SK oleh bapak Presiden.

Dia menyabutkan ada 59 surat keputusan diberikan kepada 59 kelompok tani hutan yang terdiri dari 26.700 KK. “Kalau satu keluarga terdiri 5 orang, berarti 26 ribu kali lima jadi sekian jiwa yang akan bisa dihidupi dari area yang sudah diberikan seluas 35 ribu hektar untuk Jatim. Ini termasuk cukup besar, untuk nasional itu seluas 469 ribu hektar, untuk 700 SK yang diberikan,” tandasnya.

Sementara itu, Bupati Lumajang, Thoriqul Haq menjelaskan bahwa yang menjadi percontohan adalah program bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupa area terpadu atau atau Integrated Area Development (IAD).

“Area terpadu ini menggabungkan dari konsepsi perhutanan sosial dengan seluruh jejaring pemanfaatannya.  Misalnya sekarang, satu desa ada namanya desa Burno itu perputaran uangnya sebulan Rp 6 miliar,” tandasnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa Desa Burno sebagian besar masyarakat adalah konsep peternakan yang bermitra dengan pihak ketiga melalui koperasi. Kemudian kebutuhan untuk kehidupan peternakan itu dari perhutanan sosial karena pakannya dari perhutanan sosial.

“Nah, ini yang kami waktu itu kami menyampaikan ke Ibu Menteri bahwa konsep perhutanan sosial ini konsep ekonomi Indonesia banget. Lumajang mau berharap menjadi kabupaten jasa industri tidak memungkinkan untuk itu, karena secara geografis kita tidak di area Metropolitan atau penopang Metropolitan,” katanya.

Sehingga, lanjut Thoriq, konsep perhutanan sosial ini real dan nyata. Konsepsinya kalau disambungkan dengan sekian banyak potensi yang lain maka mestinya banyak tempat lain yang bisa dikonversikan. Kemudian juga masyarakat tidak punya keinginan serobot menyerobot lahan karena masyarakat paham bahwa mereka memanfaatkan lahan hutan.  

Kemudian juga ada yang dimanfaatkan untuk bumi Perkemahan, yang awalnya lahan gundul Perhutani yang konflik dengan masyarakat.  “Kita kelola bareng-bareng antara pemerintah daerah, kita kolaborasikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kita dapat izin ada sekitar 12 hektar,” katanya.

Kemudian, saat ini menjadi bagus rapi dan masyarakatnya makmur. Dengan adanya bumi perkemahan maka masyarakat juga ada yang menjadi bagian dari jasa pemeliharaan kepariwisataan. Di bumi perkemahan juga muncul kuliner dari masyarakat. Sehingga masyarakat yang sebelumnya tidak mendapatkan income, maka dapat income. (*)

Reporter : Lutfiyu Handi

Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.