
SURABAYA (Lenteratoday) – Pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja (PAPBD) tahun anggaran 2021 menjadi Peraturan Daerah (Perda) berjalan alot. Pasalnya, satu fraksi menolak, tiga fraksi menerima dengan catatan dan lima fraksi menerima.
Meksi demikian, Rapat Paripurna DPRD Jatim yang dipimpin Ketua DPRD Jatim Kusnadi, pada Kamis (30/9/2021) malam, tetap mengesahkan perda tersebut. Sebelum rapat peripurna pengesahan, terlebih dulu dilakukan Rapat Paripurna Pemandangan Umum Fraksi Fraksi tentang Raperda PAPBD Jatim 2021. Dari paparan suluruh fraksi melalui juru bicaranya masing masing, diketahui bahwa ada satu fraksi yang menolak disahkannya Raperda tersebut menjadi Perda. Fraksi itu adalah Fraksi Keadilan Bintang Nurani (Fraksi gabungan dari PKS, PBB, dan Hanura).
Dalam pemandangan Fraksi KBN yang dibacakan Juru bicaranya Dwi Hari Cahyono, mengatakan bahwa manajemen perencanaan pembahasan Perubahan APBD tahun Anggaran 2021 ini tidak mengindahkan kaidah-kaidah dan norma-norma perencanaan penyusunan anggaran yang baik dan benar. Menurutnya, seharusnya penyusunan anggaran bisa memprediksi anggaran yang kemungkinan dibutuhkan untuk kepentingan masyarakat Jatim, tidak sesering mungkin melakukan perubahan anggaran di tengah jalan walaupun itu memiliki dasar hukum.
Hal itu mengakibatkan kebijakan kebijakan refokusung yang tidak terukur, sehingga dampak turunan dan lanjutannya sangat merugikan program dan kegiatan sektor ekonomi yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.
Menurut Dwi yang juga ketua Fraksi KBN ini menandaskan bahwa diantara yang menjadi korban adalah sektor Pertanian dan Ketahanan Pangan yang hanya dianggarkan sebesar Rp 215.330.670.500 berkaurang 22,36% dibanding dengan APBD murni 2021. Kondisi ini tentu saja akan mengancam nasib Petani dan ketahanan pangan Jawa Timur.
“Setelah membaca dan mencermati dokumen minimalis yang disediakan eksekutif, secara yuridis, Fraksi PKS, Bulan-Bintang dan Hanura berpendapat bahwa Pembahasan P-APBD tahun anggaran 2021 ini ada ketidaktaatan dan ketidakpatuhan eksekutif /saudara gubernur terhadap landasan hukum. Di antaranya, Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri Nomor 77 tahun 2020, tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah. Permendagri nomor 64 tahun 2020 tentang Pedoman teknis penyusunan APBD tahun 2021,” sambungnya.
Dwi juga menjelaskan terkait dengan Proses pembahasan P-APBD Tahun Anggaran 2021. Setelah mengkaji secara seksama, F-KBN menilai ada Aspek mekanisme dan prosedur formal yang terkesan diabaikan, mulai dari penyusunan RKPD, KUA-PPAS, dan P-APBD 2021. Pembahasan P-APBD tahun anggaran 2021 tanpa melibatkan secara intens (kelengkapan) DPRD sebagai mintra dan lembaga yang memiliki fungsi dan kewenangan budgeting. Sehingga Fraksi kami menilai, proses pembahasan P-APBD tahun anggaran 2021 ini dapat “Cacat Prosedur”
Lebih jauh Dwi menuturkan, terkait dengan besaran difisit. Belanja progresif, berakibat pada meningkat defisit anggaran yang cukup signifikan. Dalam perangkaan P-ABPD 2021 ini, defisit anggaran sangat besar, yakni mencapai Rp 3,651 miliar lebih. Peningkatannya sangat besar sekali dari anggaran murni. Perlu untuk dicermati, mengapa peningkatannya begitu besar?
“Terkait dengan Defisit yang mencapai Rp 3,651 triliun lebih. F-PKS, Bulan-Bintang, dan Hanura berpendapat, jika pengeluaran lebih besar dari pada penerimaan, maka bisa dipastikan bahwa kebijakan ini akan menciptakan defisit anggaran. Bila dibiarkan defisit ini terus meningkat dalam waktu yang cukup panjang, hal ini akan menciptakan kerapuhan fiskal suatu perekonomian. Kerapuhan fiskal sering menjadi sumber kekacauan perekonomian dalam skala yang besar seperti yang terjadi pada akhir-akhir pemerintahan Orde Lama,” tukasnya.
Anggota Fraksi KBN DPRD Jatim, Mathur Khusairi, melalui intrupsinya dalam rapat paripurna pengambilan keputusan tentang Raperda PAPBD untuk disahkan, meminta supaya dalam pengambilan keputusan tersebut dilakukan secara voting.
Lebih lanjut dia menilai bahwa dalam proses pembahasan PAPBD 2021 ini banyak celah. Diantaranya jabatan Sekda Prov Jatim yang Plh dikhawatirkan akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Selain itu, pembahasannya juga dinilai terlalu cepat. “Seharusya draff PAPBD ini diserahkan dua bulan sebelumnyanya, namun ini tidak. Pembahasannya juga terkesan cepat cepatan dan tidak maksimal,” katanya.
Selain itu, Ketua Komisi C DPRD Jatim, Abdul Halim, juga mengatakan bahwa Komisi C tidak bisa memberikan tanggapan atas Raperda tersebut, sebab waktu yang terlalu mepet sehingga tidak bisa melakukan pembehasan secara maksimal dengan OPD yang menjadi mitra.
“Ini sudah menjadi kesepatakan bersama dengan anggota Komisi yang terdiri dari berbagai faksi. Komisi C memutuskan tidak memberikan tanggapan atas Raperda PAPBD,” tandasnya.
Pimpinan Paripurna, Kusnadi, menanggapi bahwa usulan pengambilan keputusan melalui voting adalah sah dilakukan. Bahkan dengan pelaksanaan tersebut akan membuka demokrasi semakin lebar. Namun semua dikembalikan pada forum. Akhirnya, sebagian besar peserta yang hadir menyepakati untuk dilakukan pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
Kusnadi akhirnya mengetok palu memutuskan pengesahan Perda PAPBD yang kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan keputusan dengan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan para pimpinan DPRD Jatim.
Reporter : Lutfi Yuhandi
Editor : Lutfi Yuhandi