21 April 2025

Get In Touch

Nostalgia Kampung Lawas Lemah Putro Surabaya

Permainan tradisional yang dikenalkan dan dibudayakan anak-anak Lemah Putro.
Permainan tradisional yang dikenalkan dan dibudayakan anak-anak Lemah Putro.

SUARABAYA (Lenteratoday)-Nama kampung Lemah Putro memang kalah terkenal dengan area Basuki Rahmat atau yang lebih sering disebut Basra. Apalagi embel-embel ‘kampung’ sekilas tak cocok untuk sebutan lokasi di tengah kota yang merupakan salah satu jantung bisnis di Kota Pahlawan.

Untuk menemukan lokasinya juga perlu ketelitian. Di seberang kantor utama Bank Jatim alias di sebelah Dyandra Convention Hall, ada gang kecil yang merupakan pintu masuk ke Kampung Lemah Putro. “Bahkan jarang sekali pedagang bakso masuk ke area ini, karena kampungnya memang bak dipagari gedung-gedung tinggi,” ucap Hilmi Ramadhan, tokoh muda kampung Lemah Putro.

Masyarakat yang tinggal di lokasi tersebut, rata-rata keluarga dengan anak usia sekolah. Walhasil saat pandemi Covid-19 melanda, pemandangan anak bermain gadget pun jamak terjadi. “Para orang tua main catur dan remi, anak-anak asyik main game. Dalam hati saya bertanya-tanya: kok mati ya kampung ini?” katanya.

Kemudian dia berinisiatif untuk membuat Taman Baca Masyarakat (TBM). Hilmi pun mengubah lokasi yang biasanya digunakan untuk menumpuk barang-barang dan pasir sebagai tempat membaca. Buku-buku yang dimiliki pun dia keluarkan untuk ditata di lokasi tersebut. “Awalnya ya sendirian menyiapkan lokasi itu, angkat-angkat, ngecat bunga-bunga sampai menata bunga,” katanya.

Tidak langsung menjadi pojok baca, lokasi yang ditata Hilmi pun digunakan sebagai lokasi nge-game bareng. Menggunakan pendekatan yang humanis, Hilmi mengizinkan mereka main game di lokasi tersebut dengan syarat mau membaca dan memberikan rangkuman. “Banyak juga yang memandang sebelah mata. Zaman digital kok suruh baca buku?”katanya menceritakan suara sumbang saat dia membuat TBM.

Menurutnya, literasi sangat penting digalakkan di kampung. Membaca buku membuat anak memiliki banyak wawasan."Karena tidak semua bacaan di buku dapat ditemukan di internet. Dengan membaca buku anak-anak bisa berimajinasi," Hilmi menuturkan.

Jerih payahnya pun mulai tampak. Warga dan pemuda di kampung tersebut akhirnya bersama-sama mengembangkan dan mempercantik kawasannya. Tak sekadar membaca dan melukis berbagai ornament penuh warna, kampung ini juga menghidupkan kembali dolanan tradisional.

“Anak-anak di sini diajari mainan tradisional, mulai dari gobak sodor, benteng-bentengan hingga dakon. Percaya atau tidak, ternyata mereka banyak yang kurang paham bagaimana cara mainnya lho?” jelasnya.

Kegiatan pun terus berkembang, dengan mengenalkan dongeng anak, wayang kulit hingga ludrukan. "Selain tontonan, wayang juga memberikan tuntunan. Begitu juga mendongeng. Dua kegiatan ini bermanfaat untuk membentuk karakteristik anak agar menjadi lebih baik," ia menguraikan.Cerita wayang yang ditampilkan pun ringan seperti wayang Kancil, Pak Tani, Makin Kundang, dan sebagainya.

"Cuman memang dimodel wayang. Sebulan sekali saya juga menampilkan pertunjukan wayang. Harapannya anak-anak melihat dulu lalu menirukannya," Hilmi menuturkan. Sementara untuk mendongeng, anak-anak sudah berlatih secara face to face.Mereka belajar untuk mengubah suara, menggunakan media, menyampaikan dengan gestur, dan masih banyak lagi.

"Sejak ada kegiatan ini, kecanduan anak-anak kampung terhadap gadget sudah berkurang sampai 50 persen. Bahkan ada anak yang nyuruh temannya untuk naruh HP dan bermain bersama saja," katanya. “Tujuannya bukan menjauhi digitalisasi, tapi menyeimbangkan dengan budaya yang dimiliki bangsa ini,” jelasnya.

Saat ini, anak-anak dapat bebas membaca dan meminjam buku bacaan. Saat ini ada lebih dari seratus buku yang dikumpulkan secara swadaya."50 persen bukunya punya saya pribadi. Beberapa dipinjam sama anak-anak. Kalau anak yang aktif ke sini totalnya lebih dari 20," ungkap alumnus Universitas Negeri Surabaya ini.

Salah seorang anak Kampung Lemah Putro, Ahmad mengatakan dia suka sekali dengan adanya TBM di tempatnya. "Saya suka datang ke sini soalnya bisa kumpul dengan teman-teman dan baca-baca buku," ungkapnya.

Hilmi Ramadhan, tokoh muda kampung Lemah Putro mengenalkan kesenian wayang ke anak-anak.

Siswa kelas 8 SMP ini mengatakan paling suka membaca komik karena bergambar dan ceritanya menarik. Hampir setiap hari ia datang ke TBM bersama teman-temannya. "Bisanya saya ke sini pagi. Setelah itu saya bantu ibu di warung," katanya.

Sementara, Najwa anak Lemah Putro yang saat ini duduk dikelas 6 SD mengatakan dia mulai mengurangi bermain game online." Ternyata main game di HP dan bermain ular tangga sama-sama seru. Enaknya kalau main beginian bisa bareng teman-teman," ujarnya.

Selama masa pandemi, warga kampung juga memastikan pelaksanaan protokol kesehatan dengan ketat. Mulai dari menyediakan tempat cuci tangan bersama hingga memastikan penggunaan masker.”Kehadiran TBM dan dolanan tradisional di masa pandemi, juga menjadi sarana bagi anak-anak agar tetap bahagia dan berekaspresi. Langkah ini tentunya bisa menghindarkan mereka dari kebosanan dan stress akibat menyesuaikan diri dengan sekolah daring,” katanya.

Terkait harapan ke depan, dia bercita-cita Kampung Lemah Putro menjadi kampung wisata. Yang tak sekadar menghadirkan spot-spot foto menarik, tapi juga menjadi jujugan bagi masyarakat terutama generasi muda untuk bermain permainan tradisional dan belajar bersama. “ Bukan Cuma untuk foto-foto ya, tapi kami berharap Lemah Putro menjadi ruang diskusi remaja. Pusat kreativitas, sehingga multiplier effectnya bisa menggerakkan perekonomian warga,” tutup Hilmi.(dya)

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.