
SURABAYA (Lenteratoday) - Rencana Pemerintah Kota Surabaya menjadikan gedung sekolah sebagai tempat isolasi mandiri (isoman) pasien Covid 19 bergejala ringan, mendapat penolakan dari warga setempat.
Masyarakat khawatir, keberadaan tempat yang dekat dengan pemukiman itu bisa menulari anggota keluarganya. Selain itu, mereka juga beranggapan pemerintah belum melakukan sosialisasi.
Menanggapi fenomena tersebut, Sosiolog Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Andri Arianto, berpendapat, sangat diperlukan tempat isolasi di tingkat kelurahan. Beberapa kelurahan banyak memiliki ruang publik. Seperti Gedung Serbaguna, sampai lapangan badminton.
"Pemerintah bisa menggunakan ruang publik umum dalam bentuk apapun itu. Tidak harus spesifik gedung sekolah," ujarnya, Jumat (23/7/2021).
Ia menilai, hal itu dilakukan demi memutus jarak tempuh dan penumpukan di rumah sakit. Mengingat, lokasi isolasi yang sudah eksis ternyata sudah tidak mencukupi.
"Masyarakat juga harus mengerti semua tempat isolasi memiliki risiko, tapi harus dicari risiko yang paling rendah dengan membuka tempat isolasi di tingkat kelurahan," paparnya.
"Apalagi isolasi mandiri di rumah berisiko lebih tinggi penularan dan penyebarannya bisa menimbulkan klaster perkampungan," sambungnya.
Andri juga menilai, lokasi isolasi di tingkat kelurahan juga memudahkan keluarga untuk memantau anggota keluarganya yang tengah menjalani isolasi mandiri.
"Yang jelas, ini adalah latihan terbaik dan ujian gotong royong semua masyarakat, demi memutus pandemi bersama sama," tandasnya. (Ard)