MALANG (Lenteratoday) - Mendaki gunung Arjuno setinggi 3.339 mdpl bukanlah hal yang mudah. Butuh banyak latihan dan ilmu alam yang harus dikuasai untuk mencapai puncak. Lalu bagaimana jika sang pendaki adalah tuna netra?
Tubuh dan tangan adalah mata bagi kawan-kawan tuna netra (Tunet). Dengan itu menyentuh dan meraba adalah cara yang bisa ditempuh kawan Tunet untuk mencapai sebuah tempat. Banyak diantara pembaca pasti berfikir bahwa mendaki gunung adalah hal yang tak mungkin dilalui oleh tunet.
Namun tidak bagi kawan-kawan dari Omah Difabel. Tunet juga bisa mendaki gunung. Stigma difabel yang kian mengakar pada masyarakat kini didobrak oleh Omah Difabel. Melalui sekolah alam pendakian gunung, tunet dilatih untuk mengenali kemampuan tubuhnya sendiri.
Calon pendaki akan diajak mengenali tubuh dengan mendaki bukit-bukit terlebih dahulu, sebelum akhirnya makin meningkat. Dalam proses pengenalan tubuh, peserta dilatih untuk mengenali medan yang sama sekali berbeda dengan kebiasaannya.
Eka kurniawan (30) koordinator pelatih sekolah alam pendakian lingkungan sosial (Linksos) menjelaskan, dalam pertemuan awal peserta akan dilatih untuk mengenali diri sendiri. "Ada sekitar 5-6 percobaan pendakian yang bertahap, pada pertemuan awal, peserta akan dilatih untuk lebih mengenal tubuhnya sendiri," ujar Eka.
Eka adalah penyandang disabilitas mental akibat epilepsi. Ia kini mengajar dan menjadi koordinator pada sekolah alam pendakian milik Omah Difabel Kabupaten Malang.
"Tiap jenjang kita juga akan mengenalkan peserta pada medan-medan ekstrim dan bagaimana melewatinya dengan aman," katanya melanjutkan. "Akar seperti apa yang bisa dipegang, tanah seperti apa yang bisa dipijak, ini semua secara intensif kita ajarkan pada seluruh peserta," paparnya.
Kegiatan pendakian gunung oleh kawan difabel bukan kali pertama dilakukan. Sebelumnya di tahun 2019 pendakian gunung ini sudah sempat dilakukan. Salah satu gunung yang berhasil ditaklukkan kawan-kawan adalah Gunung Kawi. (ree)
.jpg)
.jpg)
