
SURABAYA-Kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) yang melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubaru menyeruakkan nama ‘Madam’. Tak hanya itu dalam pemberitaan Majalah Tempo terbaru, ikut disebut peran perusahaan Ketua Komisi III DPR RI Herman Heri.
Menanggapi hal tersebut pengamat media sekaligus wartawan senior Jawa Timur Sirikit Syah mengatakan hasil investigasi media bukan sebagai patokan utama dalam mengambil putusan. Menurutnya, hasil investigasi media terhadap kasus-kasus korupsi hanya sebatas menjadi rujukan dan bukan alat untuk mendikte penegak hukum.
”Selama kaidah jurnalistik dijalankan, media tentu tidak bisa disalahkan, bahkan ketika beritanya ternyata salah. Media memang tidak selalu benar dan wartawan juga bisa salah. Tapi ketakutan untuk berbuat salah tidak boleh mengerem semangat media untuk mengungkap fakta,” tegas perempuan yang memiliki nama lengkap Hernani Sirikit ini.
Pengungkapan kasus-kasus korupsi boleh dilakukan oleh banyak pihak, tidak hanya menjadi tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saja. Media sebagai pilar ke empat demokrasi tentunya sangat diharapkan turut serta dalam melakukan investigasi.
Meski demikian, mantan pengajar di STIKOSA-AWS ini menyebut Tempo bisa diadukan dengan pasal pidana jika melakukan kesalahan yang sangat fatal. ”Media dalam hal ini Tempo bisa dipidanakan jika beritanya salah dan tendensius. Ada juga penyelesaian sengketa jurnalistik melalui permintaan maaf, hak koreksi atau hak jawab,” sambung mantan jurnalis Liputan 6 ini.
Ia menambahkan pasal pidana tersebut bisa dilakukan jika kesalahannya with malice atau having malicious intent. “Ada niat jahat dari media tersebut. Kalau kesalahnya disengaja atau absence of malice seperti adanya kemungkinan nara sumber yang sengaja memfitnah dan media tidak sadar telah menerbitkan keterangan nara sumber, media yang bersangkutan tidak bisa dihukum,” katanya.
Sirikit menambahkan, dalam kasus pemberitaan bansos oleh Majalah Tempo, perlu dilihat apakah nara sumber yang dikutip anonim atau menyebut nama. Menurutnya, jika sumber berita investigasi mayoritas anonim atau off the record, maka patut dipertanyakan keabsahan beritanya.
”Jika sampai ada empat nara sumber anonim dan kemudian ada satu saja nara sumber teridentifikasi, lalu kelimanya menyatakan hal yang sama, makan laporan investigasi tersebut bisa disebut valid secara jurnalistik,” pungkas wartawan yang pernah bertugas di beberapa media ini. (ist)