
MADIUN (Lenteratoday) - Sugianto (54), penjahit difabel asal Madiun ini tetap bertahan meski sepi pesanan semenjak pandemi Covid-19. Pria yang membuka jasa sejak tahun 1999 ini mengaku bahwa krisis akibat pandemi Covid-19 lebih parah dibandingkan dengan krisis moneter tahun 1998.
"Sepi sekali. Tahun ajaran baru biasanya banyak yang jahit baju baru. Ini karena sekolah online jadi sepi. Desember kemarin waktu Natal biasanya juga banyak orang-orang gereja yang minta dijahitkan seragam tapi juga nyatanya gak ada sama sekali," jelas pria yang akrab dipanggil Yanto, Senin (11/01/2021).
Yanto menjelaskan, sebelum pandemi ketika tahun ajaran baru, dia bisa mendapatkan paling sedikit Rp. 350 ribu per harinya. Namun saat ini dia hanya mengandalkan dari orang-orang yang akan permak baju maupun celana.
"Bisa makan ya dari permak baju atau celana orang. Itupun gak banyak, dalam 3 hari kadang baru dapat 40 ribu," imbuhnya.
Biasanya, ketika pesanan jahit sepi, dia mengisi waktu dengan menjadi tukang pijat. Namun karena kuatir dengan penyebaran Covid-19. Dia hanya pasrah mengandalkan pemasukan dari permak pakaian.
"Dulu jadi tukang pijat juga. Tapi saya juga takut sama Covid. Saya kan juga pengen umur panjang," ujar Yanto.
Yanto berharap agar pandemi Covid-19 segera berakhir dan kehidupan dapat berjalan normal seperti sediakala. "Ya sebenarnya sedih sekali, tapi karena yang sepi bukan hanya penjahit tapi semua sektor ya kan ada temennya," kata Yanto menutup wawancara. (Ger)