
JEMBER(Lenteratoday) - Bocoran
Surat Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk memberhentikan Faida sebagai bupati Jember, menjadi viral.
Usulan pemberhentian Bupati Jember itu tertuang pada bagian kesimpulan dan saran. Bupati dinilai telah melanggar peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
"Layak kepada Bupati Jember (Sdr. dr. Faida, MMR) untuk dikenakan sanksi berupa pemberhentian sebagai Bupati Jember," demikian kalimat pungkas surat Khofifah kepada Tito dalam surat tanggal 7 Juli 2020 dengan register nomor: 739/ 9238/ 060/ 2020.
Pemberi bocoran surat tersebut kepada awak media meminta identitasnya dirahasiakan. Namun sumber tersebut mempersilakan media untuk menyebarkan dan menulis dalam pemberitaan di media.

Dalam surat bernomor 739/9238/060/2020 dasar Gubernur Khofifah menyebutkan ada 2 substansi permasalahan. Dari hasil klarifikasi permasalahan yang dilakukan Inspektorat Pemprov Jatim menyimpulkan Faida mengingkari sumpah janji jabatan yang diatur pada Pasal 67 huruf b UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sanksi pemecatan terhadap Faida disebut telah sesuai dengan ketentuan berikutnya yang tertuang dalam Pasal 78 ayat (2) huruf d pada beleid yang sama.
Gubernur Jatim juga secara jelas menyebutkan hasil pemeriksaan inspektorat berupa fakta-fakta berbagai kesalahan Faida yang telah mengabaikan tugas dan tanggung jawab sebagai kepala daerah.
Kesalahan yang diungkapkan antara lain yakni selama 7 bulan Faida tidak pernah menjalankan intruksi Mendagri untuk memulihkan struktur birokrasi Pemkab Jember, terhitung sejak tanggal 11 Nopember 2019.
Selain itu ada Perintah Mendagri melalui surat nomor: 700/ 12429/ SJ yang diperjelas lagi oleh Gubernur dengan layang resmi nomor: 131/ 25434/ 011.2/ 2019 tanggal 12 Desember 2019, untuk melakukan pencabutan 30 Perbup, 15 SK Bupati, 1 SK demisioner jabatan, dan pengangkatan pejabat untuk dikembalikan dalam jabatan semula seperti tanggal 3 Januari 2018.
Pemerintah provinsi Jawa Timur sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat meyakini bahwa Bupati Faida tidak beritikad baik dan sengaja membiarkan kondisi struktur birokrasi berikut penempatan pejabat yang ilegal.
Kedua, Pemprov Jatim menyebutkan selama 4 tahun berturut-turut APBD mengalami keterlambatan pengesahan. APBD tahun 2020 juga tidak terselesaikan meski telah difasilitasi Pemprov sebanyak 5 kali hingga terakhir tanggal 25 Juni 2020.
Tim anggaran Pemkab yang telah diutus menghadiri rapat di kantor Bakorwil V takut kepada bupati untuk melanjutkan pembahasan . Padahal, saat itu DPRD Jember bersedia melanjutkan pembahasan rancangan Perda APBD.
Pada akhirnya Bupati Faida memilih tetap memakai Perbup APBD yang terbatas pemakaian anggaran hanya untuk kebutuhan wajib, mengikat, dan mendesak. Ironisnya temuan inspektorat menunjukkan bukti bahwa realisasi anggaran justru menyimpang dari ketentuan.
Diantaranya pencairan anggaran negara secara ilegal berlanjut lewat Dinas Pendidikan untuk pembelian komputer senilai Rp 201 juta, dan pengadaan alat studio visual yang menelan anggaran Rp116 juta.
Yang tak kalah mencengangkan ternyata muncul persoalan pada program andalan bupati yakni pencairan bansos beasiswa senilai Rp 2,8 miliar pada 15 Mei, dan Rp 3 miliar tertanggal 18 Mei 2020.
Inspektorat menegaskan, Bupati Faida melanggar Pasal 107 ayat (2), Pasal 110 ayat (1) dan ayat (2) PP nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah serta Permendagri nomor 33 tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2020.
Ketiga, pelanggaran Faida bertambah dengan tidak pernah hadir untuk wajib menjawab interpelasi maupun hak angket dari DPRD Jember. Mangkirnya Faida yang disertai melarang pejabat bawahannya hadir ke parlemen disebut menyalahi Pasal 207 ayat (1) dan ayat (2) UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Untuk membuktikan kebenaran surat tersebut awak media di Jember berusaha melakukan upaya konfirmasi. Hingga berita ini ditulus Helmy Perdana Putra sebagai Kepala Inspektorat Pemprov Jawa Timur belum membalas konfirmasi untuk kroscek menanggapi bocoran dokumen tersebut.
Sementara itu Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi mengakui pernah membaca surat tersebut saat melakukan rapat konsultasi dengan Pemprov Jatim. Surat tersebut kata dia cukup vali dan bisa dipertanggung jawabkan.
"Sangat identik, karena saya juga sempat membaca dokumen itu sewaktu konsultasi dengan Pemprov Jatim," ujar Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi, Selasa (3/11/2020).
Namun sayangnya Itqon mengaku tidak mempunyai salinannya. Karena surat Gubernur ditujukan kepada Mendagri dengan tembusan kepada Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal Otonomi Daerah, dan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri. (mok)