
Surabaya– Selain mendesak pada pelatih yang memulangkan Shalfa Avrila Siani untukmeminta maaf, Gubernur Jatim Khfifah Indar Parawansa juga perlu adanya telaahdan evaluasi terhadap kode etik pelatih. Khofifah tidak ingin hal ini terulang dan menjadi trauma bagi atletjunior.
“Kitaberharap segala sesuatu berjalan kondusif dan produktif. Harkat dan martabatatlet dan pelatih harus dijaga. Maka kode etik atlet dan pelatih harus dievaluasijika dirasakan kurang sesuai sehingga semua pihak memiliki standart untukdijadikan pedoman,” katanya.
Secarakhusus Gubernur khofifah memintaagar kode etik pelatih dapat ditegakkan. Sudah selayaknya dalam kode etik pelatih diatur bahwapelatih selarasnya menghormati hak-hak dasar, martabat, dan harga diri semuaorang. Pelatih harus menghormati hak-hak individu untuk privasi termasukhal-hal yang sifatnya kerahasiaan. Begitu pula sebaliknya dengan atlet.
"Seharusnyakode etik baik atlet atau pelatih dapat dilaksanakan dengan baik khususnya untuk melindungi dan tidakmenyinggung hal-hal yang menyangkut privasi keduanya ," katanya.
Orangnomor satu di Jatim ini menegaskan bahwa prinsipnya ini adalah olahragaprestasi. Seyogyanya yang menjadi ukuran adalah prestasi. Walaupun dalam prosespembinaan atlet ada pembinaan kedisiplinan dan karakter, namun indeks prestasiakan menjadi indikator utama ketika atlet masih ada di dalam pusat pelatihan.
“Makadi luar dari indikator prestasi yang kemudian mempengaruhi atau kemudiandijadikan dasar pertimbangan utama sampai kemudian mendegradasi atlet tersebut,itu sangat disayangkan. Namun bila memang karena prestasi dimana tidak bisamengikuti standar yang ada, maka hal itu harus diikuti. Karena hal itu menjadikewenangan cabor atau persatuan olahraga bersangkutan,” tegasnya.
Untukitu, lanjutnya, kasus ini hendaknya menjadi koreksi bahwa dalam dunia keolahragaan kita masih harus dilakukan pembenahan-pembenahan.Supaya apa yang dijadikan pertimbangan utama dalam menilai sang atlet adalahprestasinya. (ard)