
Madiun - Pemerintah Kota Madiun berencana mengutamakan buruh tani agar bisa mengelola sawah bengkok. Pasalnya, selama ini yang mengelola sawah bengkok adalah memiliki modal besar setelah dilakukan lelang. Meski dalam pelaksanaannya, mereka memperkerjakan buruh tani.
"Biasanya memang pelelangan paling sering dimenangkan sama yang berduit. Tapi dalam pelaksanaannya mereka yang memenangkan lelang dikerjakan oleh buruh tani. Jadi nyuruh orang," jelas Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Muntoro Danardono lewat sambungan telepon, Minggu (11/10/2020).
Muntoro memperkirakan harapan dari Walikota Madiun agar buruh tani yang tidak memiliki sawah dapat memenangkan lelang dan mengerjakan sawah tersebut untuk seterusnya. Namun pelelangan yang akan dilakukan di minggu ke-3 bulan Oktober 2020 nantinya merupakan kewenangan Camat dan Lurah. Muntoro hanya akan membina petani-petani yang telah memenangkan lelang tersebut. Karena November 2020 sawah bengkok yanh total luasnya sekitar 114 hektare tersebut akan segera dikerjakan.
"Tapi maksudnya Pak Wali, bengkok itu dilelang. Terus yang menang itu jadi sawahnya dia. Jadi digarap terus sama dia. Kan gitu. Kalau dimenangkan sama yang punya duit, ya petani kita jadi buruh terus. Mungkin gitu maksudnya Pak Wali," ujarnya.
Muntoro juga menjelaskan bahwa harga lelang tanah bengkok tergantung berbeda disetiap lokasi. Harga tersebut berdasarkan tanah subur tidaknya, sistem irigasi, tadah hujan dan akses jalan. Setiap tahun ada evaluasi yang menyebabkan harga selalu berubah dari tahun ke tahun.
"Perpetak perlokasi gak sama. Contohnya wilayah Kanigoro itu subur ya. Misal karena subur harga perkotak sekitar Rp 1 Jutaan. Kalau sawahnya gak subur ya paling 700 atau 800 perkotaknya," kata Muntoro menutup wawancara. (Ger)