
Surabaya - Walikota Surabaya Trirismaharini ternyata belum menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) penyesuaian terkait penambahan honor penyelenggara pilkada ad hoc. Hal ini dapat memperlambat jalannya tahapan pilkada surabaya.
“Disepakati bersama bahwa honor ad hoc disesuaikan dengan surat dari kemenkeu yang baru dari Rp 1,85 juta ke Rp 2,2 juta. Tetapi untuk surat NPHD yang baru hingga kini belum di tandatangi pemkot,” ujar Soeprayitno selaku Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Jum’at (23/11).
Nur Syamsi, Ketua KPU Kota Surabaya menyampaikan jika NPHD yang baru belum disahkan dalam waktu dekat, KPU Surabaya tidak memiliki dana lagi untuk melaksanan tahapan pilkada karena NPHD lama tidak dapat digunakan. "Anggaran bisa di cairkan, bila NPHD yang baru sudah ditandatangani,” tuturnya.
Seperti yang diketahui bahwasannya kenaikan honor ad hoc yang meliputi panitia pemilihan kecamatn (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), dan kelompok penyelenggra pemungutan suara (KPPS) sudah disepakati pada pengesahan APBD Surabaya tahun 2020 pada 10 November yang lalu sebesar 16 milyar rupiah.
Untuk itu, pihaknya berharap pihak Pemkot Surabaya menandatangani NPHD yang baru secepat mungkin agar tahapan pilkada tidak terganggu. "Kalau bisa lebih cepat lebih baik," ujarnya.
Sesuai Keputusan KPU Kota Surabaya Nomor 330/JK.03.1-Kpt/3578/KPU-Kot/IX/2019 Tentang Pedoman Teknis Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Tahun 2020, disebutkan bahwa penetapan jumlah minimum dukungan persyaratan dan persebaran pasangan calon perseorangan berdasarkan rekapitulasi daftar pemilu tetap (DPT) pemilu/pemilihan terakhir dilakukan paling lambat 26 Oktober 2019. (ard)