
Pasuruan - Sidang paripurna DPRD Kabupaten Pasuruan menyetujui penggunaan hak interpelasi menyikapi carut marut pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak. Dari tujuh fraksi di DPRD, lima fraksi menyetujui dan dua fraksi menolak hak interpelasi.
Sebelum pimpinan dewan mengambil keputusan, Fraksi Partai Golkar (FPG) dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) memilih walkout (meninggalkan ruang sidang). Kedua fraksi pendukung pemerintah inipun tidak akan mengikuti proses persidangan hak interpelasi terhadap Bupati Pasuruan, Senin lusa.
Ketua FPG DPRD Kabupaten Pasuruan, Niek Sugiharti, menyatakan bahwa munculnya berbagai persoalan pada proses Pilkades serentak kali ini belum perlu ditindaklanjuti dengan hak interpelasi. Mengingat, pelaksanaan Pilkades serentak juga telah dilakukan dua kali sebelumnya.
“Persoalan Pilkades yang telah dilaksanakan sebelumnya tidak pernah menjadi masalah. Apalagi pada saat ini, ada hal yang lebih mendesak untuk dilakukan pembahasan yakni RAPBD tahun 2020,” kata Niek Sugiharti.
Sementara itu, Ketua Fraksi NasDem DPRD Kabupaten Pasuruan, Joko Cahyono menyebut bahwa penggunaan hak interpelasi merupakan hal yang biasa dan tidak perlu ditakuti. Penggunaan hak interpelasi justru untuk memperbaiki sistem pemerintahan agar bisa berjalan lebih baik.
“Kami ingin memperjelas persoalan hukum yang menjadi dasar penyelenggara Pilkades. Beberapa aturan dan produk hukum diantaranya Peraturan Bupati Pasuruan dan Surat Keputusan Bupati Pasuruan yang tumpang tindih harus dilakukan perbaikan,” kata Joko Cahyono.
Usulan penggunaan hak interpelasi ini bermula dari silang sengkurat proses pelaksanaan Pilkades serentak. Sengkarut Pilkades berbuntut pada sejumlah tindak pidana pada sejumlah bakal calon kades, pelemparan bondet (bom ikan) pada rumah anggota dewan serta protes warga yang menuntut pembubaran panitia Pilkades Sebani, Kecamatan Pandaan.
Pada persidangan beberapa hari sebelumnya, Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan mengajukan penggunaan hak politik yakni Hak Interpelasi. Penyerahan berkas usulan Hak Interpelasi diberikan Ketua Komisi I, Kasiman dan sejumlah anggota Komisi I kepada pimpinan dewan.
“Hak Interpelasi ini diajukan untuk menyikapi sengketa Pilkades serentak tahun 2019. Pemkab Pasuruan tidak konsisten dalam melaksanakan aturan dan tatacara dan proses pelaksanaannya,” kata Kasiman.
Menurut Kasiman, ketidakkonsisten Bupati Pasuruan dalam melaksanakan proses Pilkades ini tercermin dari perbedaan aturan Permendagri No 112 tahun 2014, Perda No 1 tahun 2017 dan Perbup No 2 tahun 2017. Peraturan ini diantaranya menyangkut persyaratan administratif seleksi calon kades.
Sedangkan Perda dan Perbup diantaranya mengatur tentang ujian akademis dan ujian membaca kitab suci yang dianutnya. Namun persyaratan ini tidak dilakukan untuk seleksi bakal calon kades. (oen)