Terkait Pemecatan Ketua PBNU, Putra Pendiri NU di Jombang: Harus Ada Upaya Islah dengan Kiai Sepuh
JOMBANG (Lentera) - Putra salah satu pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang, mendorong adanya islah/perdamaian terkait risalah rapat yang beredar secara digital dengan berisi tuntutan pemberhentian Ketua Umum PBNU, K.H. Yahya Cholil Staquf dari jabatannya.
Putra pendiri NU asal Jombang, K.H. Abdul Wahab Chasbullah yakni K.H. Mohammad Hasib Wahab Chasbullah menyesalkan, adanya risalah rapat yang beredar secara digital itu, karena di lingkungan NU selama ini tidak dikenal adanya pemecatan Ketua Umum PBNU.
"Kami prihatin ada informasi yang tidak solid diterima, sehingga terjadi risalah demikian. Mestinya ada 'tabayun' atau menjelaskan semua informasi yang diduga dari pihak yang dituduh," katanya di Jombang, Minggu (23/11/2025) malam mengutip Antara, Senin (24/11/2025).
Pengasuh Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas Jombang tersebut juga mengaku, sempat mendengar bahwa Ketua Umum PBNU dipanggil oleh Rois Aam, namun saat itu hanya berdua saja.
Saat itu, yang bersangkutan juga sudah memberikan alasan namun masih tidak bisa diterima alasan yang diberikan.
Akhirnya, risalah rapat itu pun beredar secara digital, meski risalah itu tidak ada tanda tangan dari Katib Aam PBNU, padahal surat itu harus ada tanda tangan Rais Aam dan Katib Aam.
"Ke depan, insyaAllah sebagai dzurriyyah, putra putri pendiri dan cucu pendiri akan musyawarah bisa islahkan (damai)," kata Gus Hasib, sapaan akrabnya.
Ia pun ingin masalah ini juga bisa damai, demi NU menjadi lebih baik.
"Harus ada upaya islah dengan kiai sepuh. Di lembaga Mustasyar NU itu, kiai sepuh masih banyak, kami ajak bagaimana ini solusinya jika tidak bisa dipertemukan," katanya.
Diketahui, polemik pemecatan Ketua Umum PBNU berawal dari risalah rapat yang dilaksanakan pada 20 November 2025. PBNU mengadakan Rapat Harian Syuriyah PBNU di salah satu hotel di Jakarta Selatan.
Dalam rapat yang dihadiri 37 orang dari 53 pengurus harian Syuriyah PBNU tersebut, membahas mengenai perkumpulan Nahdlatul Ulama.
Rapat tersebut juga menghasilkan beberapa risalah yang ditandatangani Rais Aam PBNU, K.H. Miftachul Akhyar salah satu isi surat memuat permintaan, agar Gus Yahya turun dari jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU.
Beberapa faktor yang menjadi keputusan ini salah satunya buntut pengundangan narasumber yang diduga berafiliasi dengan dukungan terhadap Zionisme, yakni sebuah gerakan politik yang mendukung pemulangan dan pendirian negara Yahudi ke wilayah Palestina yang nantinya disebut Tanah Israel.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), K.H. Yahya Cholil Staquf menegaskan, dirinya tidak memiliki niat untuk mundur dari jabatannya di tengah munculnya dinamika internal organisasi.
"Masa amanah yang saya terima dari Muktamar Ke-34 berlaku selama lima tahun dan akan dijalankan secara penuh," kata Gus Yahya di Surabaya, Minggu dini hari.
Gus Yahya juga mengklarifikasi, bahwa hingga kini dirinya belum menerima surat resmi dalam bentuk apa pun terkait isu-isu internal yang beredar, termasuk dokumen yang beredar di khalayak mengenai risalah hasil rapat harian Syuriyah, pada Kamis (20/11/2025) yang memintanya untuk mundur dari jabatannya.
Editor: Arief Sukaputra



.jpg)
