26 November 2025

Get In Touch

Menyigi Fenomena 'Sad Beige Mom' dan Dampaknya bagi Kreativitas Anak

Menyigi Fenomena 'Sad Beige Mom' dan Dampaknya bagi Kreativitas Anak

SURABAYA ( LENTERA ) - Tren ini pertama kali melejit sekitar 2023 dan kembali mencuat karena banyaknya pro-kontra mengenai dampaknya terhadap kreativitas dan perkembangan emosional anak. Di tengah banjir unggahan media sosial yang sering menampilkan kehidupan keluarga yang rapi dan menenangkan, muncul pertanyaan yang lebih serius, apakah pilihan estetika orang tua secara langsung berpengaruh pada tumbuh kembang anak?

Fenomena sad beige mom bukan hanya soal dekorasi tapi mengandung refleksi tentang bagaimana generasi orang tua saat ini menata rumah, menata kehidupan, dan sering kali menata pengalaman sensorik anak. Dominasi warna-warna seperti beige, krem, abu-abu, dan putih dianggap sebagian pihak sebagai representasi gaya hidup minimalis yang dewasa dan estetis. Namun di mata sejumlah psikolog, palet warna redup yang diterapkan secara total pada lingkungan anak justru bisa menimbulkan kekurangan stimulasi.

Psikolog anak Fabiola Priscilla, M.Psi., menegaskan pentingnya warna dalam masa-masa awal kehidupan. “Warna yang cerah mampu memberikan stimulasi kreativitas buat anak,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa dua tahun pertama kehidupan adalah periode perkembangan visual dan sensorik yang “sangat haus rangsangan.” Warna, menurutnya, bukan sekadar pemanis ruangan, tetapi jembatan antara pengalaman visual anak dan pemahaman mereka tentang dunia.

Ia memberi contoh sederhana, ketika melihat krayon atau spidol berwarna biru, anak mampu mengasosiasikannya dengan laut atau langit, dua hal yang mungkin pernah mereka lihat secara langsung. “Alam kan warna-warni. Misalnya biru ada di pemandangan laut. Di pantai ada warna apa saja (selain biru di laut),” kata Fabiola.

Dari asosiasi itu, anak lalu mengeksplorasi warna lain, coklat muda untuk pasir, hijau untuk pepohonan, dan biru muda untuk langit. Variasi itu penting, sebab “ Ini tidak akan optimal jika anak tidak dipaparkan dengan warna yang beragam. Kalau (warna) terlalu netral, anak jadi kurang terstimulasi untuk berkreasi karena warna memang membangkitkan kreativitas anak.”

Namun, tidak semua ahli sepakat bahwa lingkungan netral otomatis berbahaya. Psikolog desain lingkungan, Sally Augustin, malah bersuara cukup keras tentang perlunya lingkungan penuh warna bagi anak. “Untuk melakukan beberapa aktivitas (atau) tugas dengan baik dan menikmatinya, anak-anak membutuhkan tingkat energi yang lebih tinggi. Ini dapat dihasilkan oleh warna-warna primer,” ujarnya seperti dikutip dari Today.

Baginya, ruang yang terlalu lembut atau monoton tidak membantu anak mencapai tingkat energi optimal untuk bermain dan bereksplorasi.

Berbeda lagi pendapat dokter spesialis anak Lisa Diard. Ia mengakui bahwa tren estetika netral memang sering menimbulkan kekhawatiran publik, tetapi dari sisi medis tidak ada bukti bahwa palet warna lembut dapat merusak perkembangan visual. “Banyak orang tua di seluruh dunia yang membesarkan anak-anaknya dengan palet warna yang berbeda, tapi mereka tetap tumbuh menjadi anak-anak yang luar biasa,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa lingkungan rumah memang dapat memengaruhi suasana, tetapi bukan menjadi faktor penentu perkembangan emosional atau kreativitas.

Meski begitu, Diard mengingatkan agar orang tua tetap memperhatikan keseimbangan praktis. Banyak dekorasi netral yang menggunakan bahan kayu atau material alami, yang kadang mahal dan belum tentu lebih aman. Menurutnya, orang tua perlu mempertimbangkan ekologi, kenyamanan, dan yang paling penting:l, memberi ruang bagi anak untuk memilih sendiri preferensi warna mereka ketika usia bertambah. “Orang tua perlu siap untuk beradaptasi seiring waktu agar perkembangan emosional dan kreativitas anak tetap terjaga dengan baik,” pesannya.

Dari sudut pandang perkembangan, anak-anak tumbuh melalui keragaman-keragaman bentuk, tekstur, suara, warna, dan pengalaman. Semakin beragam rangsangan yang mereka temui, semakin kaya pula bank memori sensorik mereka. Setiap warna cerah, baik itu merah menyala dari balok, kuning cerah dari buku bergambar, atau hijau dari puzzle binatang, dapat memantik rasa ingin tahu.

Ini bukan semata argumen estetis, melainkan biologis.Tricia Skoler, profesor psikologi dan pakar perkembangan otak bayi di City University of New York, menekankan bahwa pada akhirnya, bukan warna ruangan yang paling menentukan, melainkan hubungan antara orang tua dan anak.

“Kita tahu bahwa terlibat dengan orang lain akan meningkatkan pembelajaran dan komunikasi bayi. Jadi, salah satu cara untuk membuat bayi dan orang dewasa berinteraksi adalah dengan menciptakan lingkungan yang disukai keduanya,” ujarnya.

Baginya, lingkungan estetis justru dapat mendorong interaksi yang menyenangkan jika orang tua merasa nyaman dan betah berada di ruang tersebut.

Skoler mengingatkan, bayi memang perlu melihat banyak variasi warna, namun yang lebih penting adalah variasi tekstur dan sensasi—kain lembut, permukaan kayu, mainan bertekstur, suhu dingin pada gelas plastik, atau hangatnya boneka kain. Rangsangan multisensorik ini yang akan membentuk kemampuan eksplorasi anak.

Sejumlah laporan juga menunjukkan bahwa minimnya warna bisa berdampak pada aspek sensorik dan motorik anak. Riset yang dikutip Klik Dokter menyebutkan bahwa warna-warna cerah dan kontras tinggi membantu perkembangan visual bayi, sementara perubahan corak dan bentuk merangsang sistem sensorik lain. Lingkungan yang berwarna-warni juga berkaitan dengan perkembangan emosional; warna cerah kerap diasosiasikan dengan semangat dan kebahagiaan.

Selain itu, ruang yang penuh variasi warna dan dekorasi dapat memicu interaksi sosial. Warna-warna menarik pada mainan, buku, atau dekorasi tertentu membuat anak ingin menyentuh, menunjuk, bertanya, semua ini merupakan proses pembelajaran awal. Lingkungan yang terlalu netral, dengan sedikit rangsangan, berisiko membuat eksplorasi lebih lambat.

Di tengah perdebatan estetika yang kadang melebar ke kritik sosial, satu hal menjadi benang merah dari para ahli,  pengasuhan yang baik tidak ditentukan oleh warna tembok, tetapi oleh interaksi, kehangatan, dan dukungan emosional orang tua. Tren sad beige mom hanyalah refleksi dari gaya hidup visual zaman ini dan bisa dimaknai secara berbeda oleh tiap keluarga. Yang penting, orang tua tetap memahami kebutuhan perkembangan anak secara utuh.(wid,ist/dya)
 

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.