 
      BRASIL (Lentera) -Jumlah korban tewas dalam operasi besar-besaran polisi di Rio de Janeiro, Brasil, pada Selasa (28/10/2025) kembali melonjak menjadi 132 orang, menurut laporan terbaru sejumlah pejabat.
Angka tersebut lebih dari dua kali lipat dari data awal usai penggerebekan aparat di kawasan kumuh Alemao dan Penha di wilayah utara kota itu.
Dilansir dari BBC, Rabu (29/10/2025), Kantor Pembela Umum, lembaga bantuan hukum bagi warga kurang mampu merilis angka tersebut setelah keluarga korban berunjuk rasa dengan menempatkan puluhan jenazah di sebuah alun-alun pada Rabu (29/10/2025) pagi.
Aksi itu menjadi simbol bahwa skala kekerasan jauh lebih besar dibandingkan laporan resmi sebelumnya.
Operasi tersebut kini disebut sebagai penggerebekan paling mematikan dalam sejarah Rio, kota yang bertahun-tahun berjuang menekan pengaruh jaringan kriminal di favela (permukiman kumuh).
Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, juga dikabarkan sangat terkejut usai mendengar peningkatan jumlah korban.
Bahkan sebelum data korban melonjak, Kantor HAM PBB telah menyatakan kengeriannya terhadap operasi tersebut.
Geng narkoba Brasil serang polisi pakai pesawat tanpa awak
Situasi mencekam yang terjadi pada Selasa (28/10/2025) digambarkan warga seperti medan perang dengan aksi baku tembak dan pembakaran bus untuk barikade.
Bahkan anggota geng narkoba Brasil menggunakan drone atau pesawat tanpa awak untuk menjatuhkan bahan peledak.
“Ini bukan lagi kejahatan biasa, melainkan teror narkotika,” ujar Gubernur Castro.
Ia mengeklaim razia itu telah disiapkan selama dua bulan berdasarkan penyelidikan mendalam.
Sosok yang ditangkap termasuk pria yang diduga pemasok narkoba utama bagi kelompok Comando Vermelho (Komando Merah).
Peningkatan angka korban memicu kecaman luas, terlebih karena operasi dilakukan menjelang Rio menjadi tuan rumah KTT Wali Kota Dunia C40 dan Earthshot Prize yang dihadiri Pangeran William pada 5 November 2025.
Banyak pihak menilai langkah ini akan menarik perhatian global terhadap situasi keamanan di kota tersebut.
Jurnalis kriminal Brasil, Rafael Soares, menilai operasi ini tak hanya menjadi upaya pemberantasan geng narkoba, tetapi juga sarat kepentingan politik menjelang pemilihan lokal tahun depan.
Menurutnya, kelompok Comando Vermelho dalam beberapa tahun terakhir meningkatkan serangan untuk merebut kembali wilayah dari rivalnya, Primeiro Comando da Capital (PCC).
“Operasi dengan korban tewas lebih dari 20 orang sangat jarang di Brasil, dan paling sering terjadi di Rio,” ujarnya, mengutip Kompas.
Menteri Keamanan Publik Rio, Victor Santos, menyebut sekitar 280.000 penduduk terdampak penggerebekan tersebut. Rekaman memperlihatkan polisi bersenjata lengkap menyusuri jalan-jalan curam dan padat penduduk di favela.
“Ini sudah seperti perang yang kita saksikan di Rio. Pembiaran selama puluhan tahun membuat kejahatan mengakar di wilayah kita,” tegas Santos.
Gubernur Castro juga mengunggah foto empat polisi yang tewas dalam operasi. Ia menyebut mereka sebagai pahlawan yang gugur pada hari bersejarah dalam pertempuran melawan kejahatan terorganisir.
Namun banyak keluarga korban sipil mempertanyakan narasi itu, terlebih karena sebagian jenazah ditemukan di area perbukitan, bukan di pusat pertempuran seperti klaim pemerintah.
Empat polisi tewas, ada 115 tersangka
Sebagaimana diberitakan The Washington Post, Kamis (30/10/2025), pihak berwenang negara bagian melaporkan 115 tersangka kriminal dan empat polisi tewas, sementara Menteri Kehakiman Federal Ricardo Lewandowski menyebut korban tewas juga termasuk warga sipil tak bersalah.
Identitas korban belum dirilis. Polisi menangkap 113 orang, termasuk 10 anak di bawah umur, dan menyita 118 senjata.
Lewandowski mengingatkan bahwa operasi tersebut berlangsung tanpa permintaan koordinasi resmi dan menilai tindakan polisi sangat keras. Ia menyesalkan jatuhnya korban, terutama warga sipil, seraya menegaskan bahwa pemberantasan kejahatan terorganisir memerlukan perencanaan matang.
Sebanyak 2.500 polisi sipil dan militer dikerahkan dalam operasi besar di favela Alemao dan Penha, Rio de Janeiro.
Mereka datang dengan kendaraan lapis baja, helikopter, dan drone untuk menangkap pimpinan kelompok kriminal Comando Vermelho dan menghentikan ekspansi wilayah mereka.
Aksi itu langsung dibalas kelompok bersenjata dengan tembakan dan penggunaan drone, disertai pembakaran mobil serta blokade jalan menggunakan bus.
Baku tembak berlangsung lebih dari 12 jam, membuat warga terjebak di rumah dan memicu kepanikan di kawasan padat penduduk tersebut (*)
Editor: Arifin BH




.jpg)
