 
      JAKARTA (Lentera) - Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Abdul Wachid, dalam rapat kerja bersama Kementerian Haji dan Umrah, mengingatkan bahwa Indonesia tak boleh membuka klinik di Arab Saudi saat gelaran ibadah haji berlangsung.
Wachid menilai hal ini menjadi PR besar bagi Kemenhaj untuk memastikan seluruh jemaah yang sakit tetap mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit di Saudi. Komisi VIII juga melarang jemaah haji dirawat di hotel.
Lalu, apakah nantinya rumah sakit di Saudi akan overcrowded dan jemaah haji yang sakit jadi terabaikan?
Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menjelaskan bahwa sebenarnya yang tak boleh adalah membuka klinik baru.
“Pusat-pusat klinik kita tetap beroperasi, tetapi cara beroperasinya bekerja sama dengan pihak Saudi. Jadi rumah-rumah sakit kita yang ada di Madinah, yang ada di Makkah, pos-pos klinik itu masih berjalan asalkan ada pihak Saudi. Sendiri Indonesia tidak boleh,” ucap Marwan di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Marwan pun meminta jemaah untuk tidak khawatir tidak mendapatkan pelayanan kesehatan ketika jatuh sakit di Tanah Suci.
“Maka kita membuat keputusan segera, pemerintah kita, Menteri Haji, untuk melakukan koordinasi. Jadi tidak usah khawatir, tetap saja dilayani karena pemerintah kita dan sepertinya sudah ada kesepakatan mereka nanti akan menempatkan dokter atau supervisi untuk kesehatan yang kita lakukan,” tambahnya.
Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan bahwa yang tidak boleh adalah membangun klinik atau pusat kesehatan tanpa izin Saudi.
Ia mengatakan bahwa Kemenhaj akan melakukan kerja sama operasi (KSO) dengan rumah sakit di Saudi.
“Jadi nanti rumah sakit ini akan KSO dengan kita, kerja sama operasi. KKHI (Klinik Kesehatan Haji Indonesia) kita itu kita punya KKHI di Makkah, kita punya klinik haji juga di Madinah nanti operasinya bersama rumah sakit Arab Saudi yang legal,” ucap Dahnil pada kesempatan yang sama.
“Pun demikian, nanti rumah sakit-rumah sakit ini bersepakat untuk membangun klinik-klinik satelit di sektor-sektor di banyak hotel kita. Bahkan mereka juga punya komitmen untuk mendorong, misalnya, pengadaan mobile emergency unit,” ujar Dahnil.
Lebih lanjut, Dahnil menyebut Kemenhaj akan bekerja sama dengan pihak Saudi untuk merekrut tenaga kerja Indonesia. Katanya, langkah ini diambil karena para jemaah lebih senang bila dirawat oleh orang Indonesia.
“Termasuk kami mulai melakukan penjajakan agar rumah sakit-rumah sakit yang bekerja sama dengan kita itu juga meng-hire tenaga kesehatan kita, baik dokter maupun perawat,” ucap Dahnil.
“Kenapa? Karena jemaah haji kita itu lebih senang dilayani oleh dokter-dokter kita yang bisa berbahasa Indonesia. Jadi kami akan melakukan penjajakan agar para dokter dan tenaga kesehatan kita juga dipekerjakan oleh rumah sakit-rumah sakit di Arab Saudi,” tambahnya.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber




.jpg)
