 
      BRASÍLIA (Lentera)-Mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro resmi mengajukan banding atas hukuman 27 tahun penjara yang dijatuhkan Mahkamah Agung Brasil terkait kasus upaya kudeta pasca kekalahannya dalam pemilihan presiden 2022.
Langkah hukum itu diajukan melalui tim pengacaranya pada Selasa (28/10/2025). Dalam dokumen banding yang dikutip dari AFP, pihak Bolsonaro menilai putusan tersebut penuh “ambiguitas, kelalaian, kontradiksi, serta ketidakjelasan.”
Mereka menuding Mahkamah Agung melakukan kesalahan dalam menafsirkan bukti serta memperluas makna keterlibatan Bolsonaro dalam insiden tersebut.
Mahkamah Agung sebelumnya menyatakan bahwa Bolsonaro memimpin sebuah organisasi kriminal yang berupaya menggulingkan hasil pemilu yang dimenangkan oleh kandidat sayap kiri Luiz Inácio Lula da Silva.
Dalam sidang putusan, empat dari lima hakim menyatakan Bolsonaro bersalah atas dugaan menghasut para pendukungnya untuk menyerbu Mahkamah Agung, Istana Kepresidenan, dan Parlemen Brasil di Brasilia pada Januari 2023. Serangan itu menyebabkan kerusakan parah di sejumlah gedung pemerintahan dan memicu kecaman global.
Selain aksi kekerasan tersebut, penyelidik juga menemukan rencana rahasia bertajuk “Grüner und Gelber Dolch” (Belati Hijau dan Kuning) yang diduga mencakup plot pembunuhan terhadap Presiden Lula, Wakil Presiden Geraldo Alckmin, dan Hakim Agung Alexandre de Morae, yang dikenal sebagai sosok paling vokal menentang Bolsonaro.
Putusan keras terhadap Bolsonaro memicu ketegangan diplomatik antara Brasil dan Amerika Serikat. Washington menilai vonis tersebut berpotensi bermuatan politik dan mengancam akan memberikan konsekuensi diplomatik. Pemerintah AS sebelumnya telah memberlakukan pembatasan visa serta sanksi keuangan terhadap sejumlah pejabat hukum Brasil yang terlibat dalam kasus ini.
Meski begitu, Mahkamah Agung Brasil menegaskan bahwa keputusan mereka murni berdasarkan hukum dan bukti yang sah. Mereka menyebut Bolsonaro secara aktif menggunakan kekuasaan politiknya untuk menggulingkan pemerintahan sah dan mengancam tatanan demokrasi di Brasil.
Bolsonaro, yang kini berada dalam pengawasan ketat otoritas keamanan, tetap bersikeras bahwa dirinya tidak bersalah dan menyebut proses hukum tersebut sebagai “balas dendam politik.” Ia berharap banding yang diajukan dapat mengurangi atau bahkan membatalkan vonis berat yang dijatuhkan kepadanya.
Kasus ini menjadi babak baru dalam sejarah politik Brasil modern, menandai salah satu vonis terberat terhadap mantan kepala negara di Amerika Latin. Para pengamat menilai hasil banding Bolsonaro akan menjadi ujian besar bagi independensi lembaga peradilan dan stabilitas demokrasi Brasil ke depan.
Editor:Widyawati/berbagai sumber




.jpg)
