02 November 2025

Get In Touch

Komisi B DPRD Jatim Gagas Raperda Perlindungan Petani Garam dan Tambak

Ketua Komisi B DPRD Jatim, Hj Anik Maslachah
Ketua Komisi B DPRD Jatim, Hj Anik Maslachah

SURABAYA (Lentera) – Komisi B DPRD Jawa Timur (Jatim) tengah menggagas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Garam dan Petani Tambak. 

Upaya ini dilakukan untuk memperkuat peran Jawa Timur sebagai penopang utama kebutuhan garam dan ikan nasional serta mendorong tercapainya swasembada garam dan ketahanan pangan nasional pada 2027.

Ketua Komisi B DPRD Jatim, Hj Anik Maslachah, menyebutkan, Jawa Timur menyumbang 42 persen produksi garam nasional, tertinggi dari seluruh provinsi di Indonesia. Sementara untuk budidaya ikan tambak, Jatim berada di posisi ketiga secara nasional.

“42 persen produksi garam nasional berasal dari Jatim atau terbesar dari 37 provinsi yang ada di Indonesia. Sedangkan untuk produk hasil budidaya ikan (tambak), provinsi Jatim menempati peringkat ketiga terbesar nasional,” ungkap Anik, Rabu (22/10/2025), usai rapat koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim, PT Garam, dan OPD terkait lainnya.

Anik menjelaskan, masih banyak potensi lahan garam dan tambak di Jawa Timur yang belum dimaksimalkan. Wilayah darat untuk budidaya ikan baru terkelola sekitar 72%, sementara wilayah laut untuk produksi garam baru dimanfaatkan 48%.

“Kebutuhan garam nasional itu sebanyak 4,2 juta ton pertahun. Sedangkan produksi garam nasional hanya kisaran 2 juta ton pertahun, dan 800 ribu ton-nya itu berasal dari Jatim,” terang Anik.

Namun, besarnya kontribusi tersebut belum sebanding dengan kesejahteraan petani garam dan tambak. Salah satu kendala utama adalah belum adanya harga pokok penjualan (HPP) untuk garam, serta rendahnya penyerapan garam rakyat oleh PT Garam.

“Dari 800 ribu ton pertahun produksi garam di Jatim yang diserap PT Garam tidak lebih dari 1000 ton saja. Pasalnya, PT Garam juga ikut bermain di hulu (produksi) sehingga secara tidak langsung menjadi kompetitor petani garam,” jelasnya.

Dalam pertemuan tersebut, Anik menyambut baik komitmen PT Garam untuk fokus ke sektor hilir. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan serapan garam dari petani.

“Penyebab lain garam rakyat sulit diserap PT Garam itu karena kandungan NaCl (yodium) dibawah 94,5%, sedangkan persyaratan untuk menjadi garam industri kandungan NaCl-nya minimal 97%,” tambahnya.

Ia juga menyoroti tantangan yang dihadapi petani tambak, seperti tidak adanya subsidi pupuk, harga pakan yang tinggi, keterbatasan benih unggul, serta ketiadaan asuransi untuk gagal panen.

“Kalau disebabkan keterbatasan fiskal pemerintah, tentu kita butuh mitra seperti BUMN/BUMD atau swasta melalui program CSR untuk membantu petani tambak,” pungkas Anik.

 

Reporter: Pradhita/Editor:Widyawati

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.