JEMBER (Lentera) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember hingga kini masih menanggung utang sebesar Rp 109 miliar kepada tiga rumah sakit daerah, yakni RSD dr. Soebandi, RSD Balung, dan RSD Kalisat. Tunggakan ini merupakan sisa kewajiban dari program J-Keren yang dijalankan sejak 2022 hingga 2024 pada masa pemerintahan Bupati sebelumnya, Hendy Siswanto.
Bupati Jember Muhammad Fawait atau Gus Fawait menyatakan meski utang tersebut bukan berasal dari program pemerintahannya, tanggung jawab penyelesaian tetap berada di pundaknya. “Memang Pemkab Jember masih punya hutang di tiga rumah sakit sebesar Rp214 miliar. Hutang ini dari pemerintah sebelumnya. Karena sekarang kami yang menjadi Bupati, maka tanggung jawab membayar hutang ada pada kami,” ujar Gus Fawait saat di RSD dr. Soebandi.
Berdasarkan keterangan Direktur RSD dr. Soebandi, dr. I Nyoman, bahwa hutang belum lunas dari program J-Keren terus membengkak dalam tiga tahun terakhir. “Pada 2022 sekitar Rp35 miliar, 2023 sebesar Rp35 miliar, dan 2024 meningkat menjadi Rp76 miliar. Meski sebagian sudah dibayar, total piutang yang tersisa mencapai sekitar Rp109 miliar,” terang dr I Nyoman, Rabu (22/10). Akibat tumpukan tersebut, kemampuan keuangan rumah sakit menurun tajam. Saat ini, tunggakan hutang pembayaran obat di RSD dr. Soebandi mencapai lebih dari Rp48 miliar.
Kondisi itu membuat hubungan dengan para rekanan terganggu. Sejumlah pemasok obat menunda pengiriman karena keterlambatan pembayaran yang terus berulang. Cash ratio yang merosot membuat pengadaan obat, alat kesehatan, hingga bahan habis pakai terhambat.
Untuk mencari solusi, Bupati Jember Gus Fawait telah memanggil para direktur rumah sakit daerah serta Kepala Dinas Kesehatan guna membahas langkah penyelesaian tanpa mengganggu pelayanan masyarakat.“Mudah-mudahan tahun depan bisa terselesaikan,” timpalnya. Dia juga memaparkan, hingga kini pembayaran utang belum dapat dimasukkan ke dalam APBD 2025 karena rumah sakit belum menyusun Rencana Penggunaan Anggaran (RPA) yang menjadi dasar penganggaran.
“Kami belum menganggarkan pembayaran hutang karena masih belum ada perencanaan RPA-nya di rumah sakit,” jelasnya. Bupati Fawaig juga mengingatkan agar perangkat daerah tidak lagi membuat program tanpa perhitungan fiskal yang matang. Selain itu setiap kebijakan harus realistis dan tidak meninggalkan beban bagi pemerintahan berikutnya.
“Kami sudah sampaikan ke rumah sakit dan Dinkes agar kalau membuat program jangan sampai meninggalkan hutang. Kalau pun harus hutang, jangan sampai menyusahkan pemerintah berikutnya,” tegasnya. Program J-Keren yang menjadi kebanggaan pada masa pemerintahan Hendy Siswanto dahulu sempat mendapat sambutan positif karena memberikan layanan kesehatan gratis bagi masyarakat. Namun, tanpa dukungan skema pembayaran yang jelas, program tersebut kini menyisakan beban besar yang harus ditanggung pemerintahan baru.
Di tengah kondisi fiskal yang ketat dan pengurangan dana transfer dari pemerintah pusat, Gus Fawait berupaya mencari jalan keluar agar tanggungan itu dapat diselesaikan tanpa mengorbankan pelayanan publik lain. “Kita belajar dari pengalaman. Pemerintah tidak boleh asal membuat program populis tanpa perhitungan. Semua harus berkelanjutan dan realistis, karena pada akhirnya yang menanggung adalah rakyat juga,” pungkasnya. (mok/ads)
Editor:Widyawati




.jpg)
