23 October 2025

Get In Touch

DPRD Trenggalek Soroti Maraknya Nikah Siri di Kalangan ASN dan Pensiunan, Desak Ada Payung Hukum Jelas

Ketua Komisi I DPRD Trenggalek Husni Tahir Hamid
Ketua Komisi I DPRD Trenggalek Husni Tahir Hamid

TRENGGALEK (Lentera) – Fenomena pernikahan siri yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk pensiunan, menjadi perhatian serius DPRD Kabupaten Trenggalek.

Ketua Komisi I DPRD Trenggalek, Husni Tahir Hamid menilai praktik tersebut tidak bisa dibiarkan tanpa kejelasan hukum karena berpotensi menimbulkan persoalan sosial hingga penyalahgunaan hak pensiun, serta berdampak pada status hukum pasangan dan hak administratif penerima pensiun.

“Sekarang banyak ASN, termasuk yang sudah pensiun, melakukan nikah siri. Ini bukan sekadar soal moral, tapi juga bisa menimbulkan masalah administratif. Harus ada regulasi yang menertibkan,” ujar Husni kepada awak media, Selasa (21/10/2025).

 Menurutnya, pernikahan tanpa pencatatan resmi sering kali menyebabkan status istri atau suami baru tidak diakui negara. Kondisi itu menimbulkan kerancuan, terutama dalam pengelolaan hak pensiun yang masih diterima oleh pihak yang tidak semestinya.

"Misalnya seseorang menikah lagi secara sah secara agama, tapi tidak tercatat di KUA, maka ketika pasangan meninggal, hak pensiunnya tidak bisa dialihkan. Ini jelas perlu diatur agar tidak ada yang dirugikan,” jelasnya.

Husni menyebut, pihaknya akan mengkaji kemungkinan pembuatan regulasi daerah untuk menertibkan fenomena nikah siri di kalangan ASN. Namun, ia menegaskan langkah tersebut harus disesuaikan dengan ketentuan hukum dan kebijakan pemerintah pusat.

“Kita lihat dulu bagaimana aturan di tingkat pusat. Kalau memang ada celah, DPRD bisa mendorong adanya regulasi daerah untuk mempertegas pengaturannya,” katanya.

Lebih lanjut, Husni menjelaskan bahwa pernikahan siri memang sah menurut agama, tetapi tidak memiliki kekuatan hukum di mata negara karena tidak tercatat secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA).

Ia juga menyoroti dampak sosial yang timbul dari praktik tersebut, terutama bagi anak hasil pernikahan siri yang kerap kesulitan dalam pengurusan administrasi kependudukan seperti akta kelahiran.

“Anak dari hasil nikah siri sering kali tidak bisa dicatat karena orang tuanya tidak memiliki bukti pernikahan resmi. Ini bisa berdampak panjang,” ungkap Husni.

Menutup pernyataannya, Husni menilai praktik nikah siri di kalangan ASN maupun pensiunan berpotensi merugikan negara karena dapat menimbulkan penyalahgunaan hak pensiun.

“Ketika seseorang sudah menikah lagi, seharusnya hak pensiunnya diatur ulang. Kalau tetap diterima tanpa pelaporan, itu bisa dikategorikan sebagai penyimpangan administrasi dan merugikan negara,” tandasnya. (Adv)

Reporter: Herlambang

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.