
SURABAYA (Lentera) - Anggota senior Hamas mengatakan bahwa pertukaran tahanan dengan Israel mungkin dimulai pada Senin (13/10/2025) berdasarkan perjanjian gencatan senjata Gaza.
"Pertukaran tahanan mungkin dimulai pada Senin," kata Mousa Abu Marzouk dalam sebuah wawancara pada Jumat (10/10/2025) seperti dikutip Anadolu.
Ia mengatakan Hamas tidak bermaksud untuk melakukan militerisasi atau merayakan proses penyerahan tawanan secara terbuka.
Lebih lanjut Mousa menerangkan bahwa perjanjian gencatan senjata Gaza antara Hamas dan Israel mulai berlaku pukul 12.00 siang waktu setempat pada Jumat (10/10/2025) berdasarkan proposal damai Gaza Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Menurut dokumen perjanjian yang diterbitkan oleh lembaga penyiaran publik Israel, KAN, Hamas akan membebaskan tawanan Israel yang masih hidup dalam waktu 72 jam setelah Israel meratifikasi kesepakatan tersebut.
Dokumen tersebut juga menetapkan bahwa Hamas akan memberikan semua informasi yang dimilikinya tentang tawanan Israel yang telah meninggal kepada mekanisme bersama yang akan dibentuk dengan partisipasi Turki, Qatar, Mesir, dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC).
Perkiraan Israel menunjukkan bahwa 48 tawanan Israel masih berada di Gaza, termasuk 20 orang yang masih hidup. Sementara lebih dari 11.100 warga Palestina ditahan di penjara-penjara Israel, mengalami penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis, dengan banyak yang telah meninggal, menurut laporan media dan hak asasi manusia Palestina dan Israel.
Mousa Abu Marzouk mengatakan Hamas memegang banyak kartu negosiasi. “Berkas tawanan adalah salah satu dalih yang digunakan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk membenarkan berlanjutnya perang di Gaza,” ujarnya.
Pemimpin Hamas mengatakan kelompoknya bekerja sama dengan para mediator untuk mengatasi hambatan dan mengamankan pembebasan para pemimpin Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Garis Penarikan
Mousa Abu Marzouk mengatakan tentara Israel telah mundur ke “garis kuning” tetapi masih menguasai 53 persen wilayah Jalur Gaza.
“Garis penarikan yang ditetapkan oleh pendudukan tidak akurat dan dibuat secara sewenang-wenang,” katanya. “Hamas tidak akan menerima kehadiran Israel di masa mendatang di wilayah-wilayah yang saat ini dikuasainya.”
Mousa Abu Marzouk juga mengungkapkan bahwa AS telah mengirimkan pasukan untuk memantau pelaksanaan gencatan senjata.
"Pasukan ini tidak akan ditempatkan di Gaza, melainkan di Israel," ujarnya.
Ia mengatakan tahap selanjutnya akan berfokus pada "proyek nasional" dan diskusi mengenai potensi pengerahan pasukan penjaga perdamaian di Gaza dan Tepi Barat. (*)
Editor : Lutfiyu Handi