30 September 2025

Get In Touch

Puluhan SPPG di Kota Bandung Belum Kantongi SLHS Tetap Layani MBG

Pembagian Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Legok Hayam, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. (foto:ist/Tribunjabar)
Pembagian Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Legok Hayam, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. (foto:ist/Tribunjabar)

BANDUNG (Lentera) - Puluhan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang memproduksi Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Bandung, belum mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).

Meski belum mengantongi SLHS, semua SPPG di Kota Bandung tersebut tetap diizinkan untuk beroperasi karena masih dalam tahap proses sertifikasi dengan pengawasan ketat dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung.

Kepala Dinkes Kota Bandung, Sony Adam mengatakan, secara keseluruhan ada 98 SPPG di Kota Bandung, namun dari jumlah tersebut baru 87 yang sudah beroperasi dan itupun masih proses pengajuan SLHS.

"Belum semua dapur SPPG di Kota Bandung memiliki SLHS. Tapi semuanya sedang dalam proses, dan sambil jalan tetap kita dampingi agar standar keamanan pangan dan higienitas tetap terjaga," ujarnya saat ditemui di Balai Kota Bandung mengutip Tribunjabar, Senin (29/9/2025).

Sony memastikan, hingga saat ini semua SPPG yang sudah beroperasi itu masih dalam proses sertifikasi atau proses perizinannya sedang berjalan. Namun, SPPG tersebut dipastikan masih diperbolehkan beroperasi.

"Selama menunggu keluarnya sertifikat, dapur tetap diperbolehkan beroperasi karena program ini tidak mungkin dihentikan," kata Sony.

Atas hal tersebut, kata dia, Dinas Kesehatan bersama 80 puskesmas rutin melakukan pembinaan dan pendampingan. Bahkan, tim kesehatan juga memantau langsung ke lokasi dapur untuk mengecek kebersihan, cara pengolahan, penyajian, serta pengelolaan limbah.

"Pendampingan itu berjalan terus, kita lihat bagaimana kebersihannya, sampahnya bagaimana, cara proses makanannya bagaimana, penyajiannya bagaimana. Kalau ada catatan, kita sampaikan, lalu diperbaiki. Setelah itu kita cek kembali," jelasnya.

Sony mengatakan, dari hasil pemantauan, mayoritas catatan yang ditemukan di lapangan yakni terkait pengolahan makanan dan sanitasi seperti cara memasak, rentang waktu produksi hingga makanan disajikan, dan kondisi dapur yang harus bebas becek dan sampah terbuka.

"Jadi yang harus diperhatikan itu misalnya jangan sampai rentang waktu dari produksi ke penyajian terlalu lama. Sampah jangan terbuka, kondisi dapur jangan becek, dan tentu saja higienitas pengelolanya harus terjaga," tandas Sony.

Sedangkan untuk tantangan yang lain, kata dia, yakni besarnya skala produksi dapur SPPG karena setiap hari, sekitar 260 ribu porsi makanan harus diproduksi dan didistribusikan oleh 87 dapur tersebut dengan tuntutan kualitas pengelolaan dan kontrol higienitas yang lebih ketat.

"Kita dari awal sudah wanti-wanti ke mereka ya (agar makanan tidak basi). Kita sudah penyuluhan. Waktu awal-awal dulu kita adakan zoom, kita berikan wawasan tentang pengelolaan makanan yang sehat," imbuhnya.

 

Editor: Arief Sukaputra

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.