23 September 2025

Get In Touch

Ramai Gerakan "Stop Tot-Tot Wuk-Wuk" di Medsos, Tolak Penyalahgunaan Strobo dan Sirine

Stiker gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di kendaraan warga yang menyindir pejabat pengguna strobo dan sirene di jalan raya. (foto:ist/kompascom/X/@SelebtwitMobil)
Stiker gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di kendaraan warga yang menyindir pejabat pengguna strobo dan sirene di jalan raya. (foto:ist/kompascom/X/@SelebtwitMobil)

JAKARTA (Lentera) - Gerakan “Stop Tot-Tot Wuk-Wuk” kini menjadi perbincangan hangat di media sosial, untuk mengajak penggunanya agar lebih bijak dan tidak menyalahgunakan lampu strobo, sirene, maupun rotator saat berada di jalan raya. 

Belakangan ini ruang publik dan media sosial ramai oleh gerakan bertajuk "Stop Tot Tot Wuk Wuk" di Jalan sebagai bentuk protes masyarakat terhadap maraknya penggunaan sirine, strobo, dan rotator di jalan raya. 

Dukungan gerakan ini bermunculan dalam berbagai bentuk, mulai dari unggahan di media sosial hingga pemasangan stiker di kendaraan dengan pesan lantang seperti 'Penggunaan sirene dan strobo hanya diperbolehkan untuk ambulans dan Damkar'. Bahkan sejumlah pengendara kini memilih tak lagi memberi ruang jalan bagi mobil berstrobo tanpa pengawalan resmi sebagai bentuk perlawanan simbolis.

Fenomena ini mencuat setelah banyak pengendara mobil menggunakan strobo seolah-olah kendaraan mereka memiliki hak prioritas, padahal penggunaannya telah diatur secara ketat dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). 

Pendiri Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana menilai fenomena ini lahir dari kejenuhan publik yang terus-menerus dipaksa mengalah oleh pengendara yang merasa memiliki hak istimewa. 

"Orang yang pakai lampu itu merasa dirinya harus diprioritaskan. Dia menganggap pengguna jalan lain wajib minggir. Dari situ lahir perilaku agresif yang bisa memicu konflik di jalan,” katanya, Jumat (19/9/2025) mengutip Kompascom, Sabtu (20/9/2025). 

Ia menegaskan, strobo dan sirene seharusnya digunakan sesuai peruntukan. Ambulans, pemadam kebakaran, atau tamu negara memang pantas mendapatkan prioritas. Selebihnya, penggunaan sirene dan strobo sebaiknya ditertibkan.

“Mau pejabat, TNI, Polri, menurut saya malu deh. Balik lagi ke inti kampanye itu, kalian dibayar rakyat, harusnya sama-sama kalau memang susah. Jalan itu ruang bersama, harusnya semua merasakan kondisi yang sama,” tutur Sony. 

Keresahan publik makin memuncak karena fenomena ini bukan hanya dilakukan kendaraan pribadi, melainkan juga mobil pelat merah atau kendaraan pejabat. Tak jarang, strobo dan sirene dinyalakan meski sedang tidak bertugas atau tanpa pengawalan resmi.

Hal inilah yang membuat publik semakin geram, karena aparat negara yang seharusnya memberi contoh justru terkesan arogan di jalan raya. Padahal aturannya sudah jelas sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur, bahwa lampu isyarat dan sirene hanya boleh dipasang untuk kepentingan tertentu. 

Polisi berhak menggunakan lampu biru dan sirene, sementara lampu merah diperuntukkan bagi kendaraan tahanan, pengawalan TNI, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, hingga mobil jenazah. 

Lampu kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan patroli jalan tol, derek, atau pengangkut barang khusus. Aturan yang sama juga menegaskan hanya ada beberapa kendaraan yang memiliki hak utama di jalan, mulai dari pemadam kebakaran yang sedang bertugas, ambulans yang mengangkut pasien, hingga iring-iringan jenazah.

Kendaraan pejabat negara dan tamu asing, boleh memanfaatkannya apabila sedang dikawal. Dengan dasar aturan yang begitu tegas, Gerakan "Stop Tot Tot Wuk Wuk" menjadi simbol kegelisahan publik terhadap arogansi pengguna strobo dan sirene ilegal. 

“Gerakan ini sebenarnya sudah mempermalukan kepolisian, dengan adanya gerakan itu publik menilai polisi tidak melakukan aksi penertiban atau seakan membiarkan pengguna strobo ilegal di jalan,” ujar Sony.

"Kalau dari pendapat saya sebaiknya sudah harus ada action polisi untuk mereka yang menggunakan strobo secara tidak layak," imbuhnya.

Lampu strobo, sirene, dan rotator sebenarnya hanya diperbolehkan untuk kendaraan tertentu seperti ambulans, pemadam kebakaran, mobil kepolisian, atau iring-iringan resmi yang mendapat pengawalan. 

Jika dipasang tanpa izin atau dipakai untuk bergaya, maka pengguna bisa dikenai sanksi tilang dan denda cukup besar. 

Penggunaan atribut telah diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Adapun lebih rinci, pemanfaatan strobo pada kendaraan diatur dalam Pasal 59 ayat 5 UU 22/2009, yakni: (5) Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut: 

1. lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; 

2. 2. lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan 

3. lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus. 

Jika ada pengendara yang mengabaikannya, siap-siap dikenakan sanksi berupa tilang sebesar maksimal Rp 250.000 dan melepaskan perangkat rotator atau strobo dimaksud.

Editor: Arief Sukaputra

 

Share:
Lentera.co.
Lentera.co.